Beranda Tambang Today Akuisi Pertagas, Pekerja Pertamina Menolak PGN

Akuisi Pertagas, Pekerja Pertamina Menolak PGN

ilustrasi

Jakarta, TAMBANG – Federasi Serikat  Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB)  menolak akuisisi Pertagas oleh Perusahaan Gas Negara (PGN).

 

Menurut FSPPB,  skema akuisisi yang dilakukan tidak menjamin dominasi penguasaan negara sesuai amanat konstitusi, dimana perusahaan yang 43,036 persen  sahamnya dimiliki oleh publik atau swasta (dominan pihak asing) mengakuisisi perusahaan yang 100 persen dimiliki negara.

 

“Tindakan akuisisi Pertagas oleh PGN tersebut, berpotensi mengakibatkan kerugian negara.  Patut diduga adanya tindakan penyalahgunaan wewenang yang bertujuan menguntungkan sekelompok pihak tertentu saja. Kami menuntut agar Conditional Sales & Puschase Agreement (CSPA) dibatalkan, serta seluruh proses akuisisi Pertagas oleh PGN tersebut segera dihentikan,” kata Presiden FSPPB, Arie Gumilar, dalam keterangan resminya, Jumat (6/7).

 

Dalam pandangan FSPPB, Pertagas sebagai perusahaan yang sehat dan memiliki proyeksi keuntungan bisnis yang baik, 100 persen sahamnya berpotensi divaluasi atau valuasi direkayasa menjadi lebih rendah dari nilai yang seharusnya. Terutama jika terdapat oknum-oknum pengambil keputusan mengidap moral hazard dan pihak swasta atau asing yang berkepentingan, ikut bermain untuk mengeruk keuntungan bisnis nasional.

 

“Dan aspirasi pekerja Pertamina melalui FSPPB, terkait dengan keberatan skema akuisisi Pertagas oleh PGN yang disampaikan kepada Jajaran Direktur Pertamina baik dalam forum formal maupun informal telah diabaikan,” tutur Arie.

 

Sementara itu, , Pengamat Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambadha, juga mempertanyakan proses akuisisi ini. Reza pun mempertanyakan ihwal angka Rp16,6 triliun yang dkucurkan PGN  untuk mengakuisisi  51 persen saham Pertagas.

 

Padahal menurutnya, tidak semua anak usaha Pertagas nantinya akan menjadi bagian dari perusahaan berkode PGAS ini. Bahkan cash PGAS per 2017 tidak cukup untuk membayar angka tersebut. Cash per akhir 2017 senilai USD1,03 miliar atau Rp14,37 triliun dengan asumsi kurs Rp14.000 per USD.

 

“Jika asumsinya, cash tersebut ditambahkan dengan investasi jangka pendek dan aset tetap maka akan berjumlah USD2,80 miliar atau Rp39,35 triliun (kurs Rp14.000 per USD). Tetapi, itu asumsi penambahannya jika seluruh investasi jangka pendek dijual dan aset-aset tetap dilikuidasi,” kata Reza dalam keterangan resminya, Kamis (5/7).

 

Memang menurutnya, nantinya dengan adanya akuisisi tersebut PGAS akan menjadi besar dengan memanfaatkan jaringan gas milik Pertagas maupun jaringan yang dimiliki Pertamina. Sehingga PGAS dapat menambah pangsa pasar maupun cakupan yang lebih luas.

 

Dari akuisisi ini menurutnya, bukan hanya soal prospek saja yang harus dipertimbangkan, namun juga angka dibalik akuisisi tersebut. Secara valuasi, memang angka valuasi kinerja dapat mengalami peningkatan jika diproyeksikan ke depan kinerjanya akan meningkat atau bertumbuh. Namun yang sudah pasti akan dihadapi PGAS ialah kondisi saat ini, yaitu harga akuisisi tersebut.

 

Make sense kah? Semoga dari manajemen Pertamina hingga PGAS ada penjelasan lebih detil, karena menyangkut kepercayaan dan minat pelaku pasar, terhadap kinerja fundamental PGAS itu sendiri dan prospek sahamnya,” pungkas Reza.