Beranda Batubara Apebindo Desak Penetapan Formula Baru Harga Batu Bara

Apebindo Desak Penetapan Formula Baru Harga Batu Bara

ilustrasi

Jakarta-TAMBANG. Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Apebindo) mendesak pemerintah untuk segera menetapkan formula teranyar pembentuk harga batu bara acuan (HBA) di Indonesia.

 

Eka Wahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Aspebindo mengatakan desakan tersebut untuk menjaga harga batubara acuan Indonesia yang kian tergerus seiring dengan lemahnya angka permintaan batu bara dari dalam maupun luar negeri.

 

“Harga bawah itu sudah harus dipatok agar tidak turun lagi. Apalagi Apebindo mayoritas memasok ke dalam negeri bukan ekspor,” ujar Eka.

 

Menyusul kian anjloknya harga batu bara dunia maupun Indonesia dalam beberapa tahu terakhir Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah formula pembentukan HBA Indonesia.

 

Perubahan formula sendiri dimaksudkan agar penentuan HBA dapat mencerminkan kondisi harga sebenarnya hingga menjaga harga batu bara Indonesia lantaran pemerintah akan menentukan harga batas bawah.

 

Sayangnya, meski dinilai positif sampai hari ini pemerintah belum juga menentukan formula terbaru dari HBA. Padahal revisi formula HBA ditargetkan bisa selesai pada awal Oktober ini. “Belum. Kami belum dengar dan masih dibahas,” tambah Eka.

 

Sebagai catatan, HBA Indonesia terbentuk dengan mengacu empat indeks batubara meliputi: Indonesia Coal Index (ICI), Index Platts59, New Castle Export Index (NEX), dan New Castle Global Coal Index (GC). Di mana masing-masing index tadi memiliki proporsi sama yakni 25 persen yang dipakai pemerintah untuk menentukan HBA Indonesia tiap bulannya.

 

Lantaran pemerintah belum juga menentukan formula terbaru, maka HBA Oktober masih akan dibentuk dengan menggunakan format yang lama. Sementara di sepanjang sembilan bulan 2015 harga batubara Indonesia dengan kalori tinggi terus mengalami penurunan sebesar 8,81 persen, dari angka US$ 63,84 per metrik ton pada Januari hingga menyentuh angka US$ 58,21 per metrik ton pada September 2015.

 

“Kalau bisa segera (ditentukan). Karena hampir 80 persen konsumen kita domestik. Jadi utamanya untuk menciptakan ketahanan energi nasional,” tandasnya.