Beranda Asosiasi APNI Dorong Percepatan Industri Baterai Dalam Negeri

APNI Dorong Percepatan Industri Baterai Dalam Negeri

Foto: kegiatan penambangan di Ban Phuc. Sumber foto: Asiaminer.com

Jakarta, TAMBANG – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) terus mendorong percepatan industri baterai dalam negeri di tengah masifnya penggunaan kendaraan listrik sebagai akselerasi pencapaian Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.

Hal ini disampaikan Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey  dalam Fokus Group Discussion (FGD) bersama National Battery Research Institue (NBRI) dengan tema ‘Peran Nikel terhadap perkembangan industri baterai dalam negeri’ .

“Pembangunan industri hilirisasi nikel di Indonesia sudah sangat masif dengan berdirinya saat ini yang berproduksi sekitar 27 industri olahan nikel baik nikel pig iron, feronikel, maupun saat ini sudah berdiri industri pengolahan nikel untuk mengolah nikel sulfat,” ungkap Meidy melalui virtual, Selasa (5/4).

Meidy mengungkap, saat ini pelaku industri hulu nikel masih berkolaborasi dengan pemerintah terutama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk membahas tata kelola bijih nikel dalam negeri termasuk kebutuhan teknologi mutakhir sebagai penunjang produksi.

“Nah, kami harapkan ada satu teknologi, ada satu pengembangan terutama bagaimana kita bekerja sama dengan NBRI untuk melakukan research, melakukan kajian terkait bagaimana struktur mineral di indonesia sehingga betul-betul berdaya guna,” bebernya.

Sejak pabrik olahan nikel berdiri pada 2014-2015, pelaku usaha nikel menurutnya selalu membuat kajian, lalu menyampaikannya kepada pemerintah. Hal ini dilakukan karena mineral yang digunakan selalu kena penalti atau ditolak karena mineral yang dikirim tidak sesuai.

“Ada saja alasan sehingga struktur yang lain silika magnesium, fero, atau mineral pengikut lainnya tidak sesuai dengan teknologi yang sudah ada di indonesia. Ini membuat suatu kerugian bagi kami selaku pengusaha,” ungkapnya.

Sementara, ketua sekaligus founder NBRI, Rer Nat Evvy Kartini menyebut baterai dalam negeri perlu disertifikasi dan distandarisasi sesuai kebutuhan pabrik.

“Kami juga mempunyai roadmap di mana di awal kami memikirkan penting adanya suatu testing, standarisasi karena ini baterai-baterai di Indonsia belum terstandarisasi. Kemudian tehnik sertification ini penting juga karena ini dari hulu ke hilir ini penting,” jelasnya.

NBRI sendiri merupakan lembaga independen yang mempunyai tujuan untuk membantu kapasitas riset baterai dari hulu ke hilir.

Sebagaimana diketahui, untuk membuat baterai dibutuhkan tiga komponen utama yakni nikel, kobalt dan lithium. Di Indonesia, cadangan Nikel sangat melimpah sehingga potensi untuk memproduksi baterai  secara mandiri peluangnya sangat besar. Apalagi Pada tahun 2021, Indonesia mampu memproduksi nikel sebesar 1 juta metrik ton atau menyumbang 37 persen cadangan nikel dunia.