Beranda ENERGI Migas Bank Dunia: Harga Minyak 2015 Tetap Rendah

Bank Dunia: Harga Minyak 2015 Tetap Rendah

SETELAH bertahun-tahun harga minyak stabil di angka sekitar US$105 per barel, harga minyak selama enam bulan ini turun tajam. Bank Dunia, sebagaimana dikutip koresponden ekonomi Financial Times, Anjli Raval, menyebut era rendahnya harga minyak ini sebagai akhir era harga ‘’supercycle’’—siklus panjang dengan harga tinggi.

 

Harga minyak Brent saat ini diperdagangkan di kisaran US$51 per barel. Sementara harga minyak andalan Amerika, West Texas Intermediate (WTI) harganya US$48.

 

Dalam analisa Bank Dunia setelah melihat keadaan ini, harga minyak pada 2015 akan tetap rendah, dan mungkin akan sedikit naik pada 2016. Berikut ringkasan pendapat Bank Dunia:

 

  • Bagaimana harga rendah kali ini dibandingkan dengan siklus harga sebelumnya?

Hanya enam kali dalam tiga dekade terakhir, harga minyak jatuh di atas 30% dalam tempo enam bulan. Ini terjadi ketika OPEC menambah pasokan minyak pada 1985-1986, resesi Amerika 1990-1991, 2001, krisis keuangan Asia 1997-1998, dan krisis keuangan terakhir, 2008-2009.

 

  • Apa yang membuat harga rendah?

Keprihatinan yang makin membesar terhadap pasokan yang berlimpah, misalnya dari produksi Amerika yang terus bertambah, dan OPEC yang juga tak mau memangkas produksinya. Padahal, secara umum, permintaan dunia terhadap minyak tengah turun.

Keputusan OPEC untuk menjaga produksi pada tingkat 30 juta barel semakin mempercepat penurunan harga. Meski ada persoalan politik di Iraq dan Libya, produksi terus saja bertambah.

 

  • Apa dampak penurunan yang terus-menerus?

Harga energi yang terus turun akan meningkatkan peningkatan penerimaan bagi negara konsumen minyak. Sementara negara yang mengandalkan penghasilannya dari minyak, akan mengalami penurunan pendapatan. Negara-negara seperti ini harus menata ulang kebijakan fiskalnya. Turunnya harga minyak akan berdampak pada turunnya inflasi.

 

  • Apa dampaknya bagi kebijakan?

Negara-negara seperti India dan Indonesia, yang selama ini menyediakan subsidi bahan bakar untuk rakyatnya, menggunakan kesempatan ini untuk menghapuskan kebijakan subsidi. Negara eksportir dituntut menata ulang ekonominya, dengan meragamkan sumber pendapatan.

 

Foto: Sumur minyak di Iraq. Sumber: cnn.com.