Beranda Batubara Barito Utara Hanya Dapat Royalti 74 Miliar Selama 2014

Barito Utara Hanya Dapat Royalti 74 Miliar Selama 2014

Jakarta-TAMBANG. Penerimaan dana perimbangan dari royalti dan penyewaan lahan tambang batubara (landrent) di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah (Kalteng), pada 2014 sekitar Rp74,6 miliar. Jumlah tersebut naik dibanding 2013 sebesar Rp55,1 miliar.

 

Kepala Bidang Pendapatan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Barit Utara, Rini Hastuti mengatakan, penerimaan tersebut bersumber dari bagi hasil bukan pajak pemerintah pusat. Penerimaan itu merupakan hasil pembayaran kewajiban sejumlah investor tambang batubara pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dan kuasa pertambangan (KP) atau izin usaha pertambangan (IUP) di kabupaten pedalaman Sungai Barito ini.

 

Ditambahkan Rini, penerimaan periode Januari-Desember 2014 untuk royalti (iuran hasil penjualan batu bara), dengan realisasi sebesar Rp59,2 miliar  atau 70% dari target setelah perubahan Rp84,5 miliar. Sedangkan landrent (iuran tetap bagi investor yang memasuki tahap eksplorasi dan ekspolitasi) Rp15,3 miliar atau 70% dari rencana Rp21,9 miliar.

 

“Kami hanya menerima dana bagi hasil pajak itu untuk kabupaten sekitar 32 persen dari pemerintah pusat, sedangkan perusahaan mana saja yang membayar kami tidak tahu,” kata Rini, Kamis (29/1).

 

Sementara itu Kabid Pengawasan Tambang pada Dinas Pertambangan dan Energi Barito Utara, Sarifudin, mengatakan saat ini jumlah investor tambang batubara yang sudah memasuki tahap eksplorasi dan eksploitasi mencapai puluhan perusahaan.

 

Penjualan tambang batu bara yang dieksploitasi sejumlah perusahaan pertambangan di Kabupaten pedalaman Sungai Barito itu pada tahun 2014 sebanyak 4.107.502 metrik ton atau turun dibanding tahun 2013 mencapai mencapai 5.053.298,98  ton.

 

“Lebih dari empat juta ton batu bara ini merupakan produksi sekitar 13 investor pemegang izin IUP,” ujarnya.

 

Sarifudin menyebutkan, turunnya penjualan batu bara ini karena dalam setahun terakhir harga batu bara diluar negeri (ekspor) dan dalam negeri anjlok, sehingga hampir semua perusahaan mengurangi produksinya untuk menekan tingginya biaya operasional.

 

“Saat ini sejumlah perusahaan tambang batu bara di daerah ini ada yang merumahkan karyawannya karena anjloknya harga batu bara,” ucapnya.

 

Di samping itu, kata Sarifudin, produksi batu bara di kabupaten pedalaman Kalteng itu masih mengalami kendala angkutan karena selama ini masih mengandalkan transportasi Sungai Barito. Dia mengatakan, angkutan tambang batu bara sering terhenti akibat kedalaman Sungai Barito yang menurun hingga menjadi dangkal, dan tidak bisa dilayari tongkang dan kapal besar karena debit air turun di musim kemarau.

 

“Selain itu kalau debit air sungai Barito naik hingga berada di atas batas normal, kapal tidak bisa melewati jembatan KH Hasan Basri Muara Teweh karena bisa tersangkut,” pungkasnya.