Beranda ENERGI Migas BBM Masuk Barang Berbahaya,Harganya Bakal Melambung

BBM Masuk Barang Berbahaya,Harganya Bakal Melambung

Jakarta-TAMBANG. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementrian Perhubungan. Dalam beleid ini diantaranya memuat tentang Tarif untuk jenis Pengawasan bongkar/muat Pengangkutan Barang Berbahaya. Dan Bahan Bakar Minyak (BBM) masuk dalam jenis barang berbahaya sehingga harus dipungut biaya pengawasan atas bongkar muat pengangkutannya.

 

Terkait hal ini, Sofyano Zakaria Pengamat Kebijakan Energi dampak dari kebijakan ini akan membuat harga BBM non subsidi semakin mahal. Sebagaimana diketahui biaya pengawasan BBM ditetapkan sebesar Rp.25.000,-/kilogram.
Selain itu, ketika Bahan Bakar Minyak dinyatakan sebagai barang berbahaya yang  bongkar muat pengangkutannya harus dikenakan tarif Pengawasan  sebesar Rp.25.000,-/ kg , maka PP ini sangat tidak logis.

 

Sofyano pun membuat perhitungan yang menunjukkan kebenaran pernyataanya tersebut. Jika harga BBM jenis solar non subsidi  dikonversi dari liter ke kilogram maka harga bbm solar per kilogramnya sekitar Rp.9.600,-/kg. Sementara tarif pengawasan yang dikenakan sebesar Rp.25.000/kilogram. “Jadi biaya pengawasannya sangat tinggi ketimbangan harga bbm itu sendiri. Ini teramat sangat aneh,”terang Sofyano.

 

Bahkan menurut Sofyano pemberlakukan kebijakan ini akan sangat berpotensi melumpuhkan kehidupan negeri ini. Harga BBM akan menjadi sangat mahal bahkan menjadi termahal di dunia karena harus dibebani dengan biaya tambahan berupa biaya pengawasan sebesar Rp.25.000,-/kg.

 

“Saya mendesak Pemerintah  harus merevisi PP 11 Tahun 2015 tersebut dan setidaknya menyatakan bahwa Bahan Bakar Minyak dikecualikan dari kategori Barang Berbahaya,”tandas Sofyano.

Lebih lanjut Sofyano meminta Presiden Joko Widodo untuk segera mengeluarkan Perpres  menunda pelaksanaan PP 11 Tahun 2015 tersebut atau setidaknya Menteri Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri mengkecualikan BBM dari jenis barang berbahaya yang dimaksud dalam PP 11 Tahun 2015.
“Pengenaan tarif pengawasan terhadap BBM pasti akan menimbulkan dampak luar biasa terhadap harga BBM dan ini akan berdampak terhadap perekonomian pula khususnya bbm yang diangkut dengan menggunakan fasilitas pelabuhan laut,”tegas Sofyano.

Bahkan menurutnya Menteri ESDM sebagai menteri yang memiliki kepentingan terhadap BBM,  harusnya  segera berkoordinasi dengan Menhub dan Menko Perekonomian serta Menko Maritim untuk membahas PP 11 tahun 2015 tersebut sebelum masyarakat maritim mempermasalahkan keberadaan PP 11 Tahun 2015.

Bahkan menurut Ketua Komisi VII DPR RI-Kardaya Warnika dengan tegas mengatakan bahwa regulasi ini sangat menyesatkan dan memberatkan rakyat karena memasukan  BBM dalam kategori barang berbahaya. “Bila dianggap berbahaya maka seharusnya Pemerintah melarang pemakaian BBM,”tandas Kardaya.

 

Selain itu kebijakan ini akan membebani masyarakat sebab bakal mendorong naiknya harga BBM karena dikenakan pungutan tambahan. “Juga masuk dalam kategori memberikan kebohongan publik hanya sekedar untuk dapat memungut dana dari masyarakat,”ungkap Kardaya.

 

Ia pun mendorong Menteri ESDM untuk meminta pembatalan penerapan PP ini khususnya untuk BBM. “Itulah fungsinya Menteri ESDM. Kalau tidak maka tidak perlu ada Menteri ESDM dan MESDM saat ini bisa dikatakan mengerjakan semuanya kecuali bidang tugasnya,”terang Kardaya.

 

Untuk diketahui PP yang baru ini diterbitkan sebagai pengganti PP No.6 Tahun 2009 tentang Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah dengan PP nomor 74 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PP Nomor 6 Tahub 2009.