Beranda Tambang Today Beda Data Jumlah Cadangan Batu Bara, KEIN Dorong Sinkronisasi

Beda Data Jumlah Cadangan Batu Bara, KEIN Dorong Sinkronisasi

ilustrasi

Jakarta, TAMBANG – Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mendorong sinkronisasi data cadangan batu bara di Indonesia. Upaya tersebut dilakukan, lantaran terjadi perbedaan angka cadangan di level Pemerintah.

 

Ketua Kelompok Kerja Energi dan Sumber Daya Mineral KEIN, Zulnahar Usman menuturkan, data antara Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara (Ditjen Minerba) dan Badan Geologi tidak sama, padahal keduanya merupakan lembaga yang bernaung di satu atap, Kementerian ESDM.

 

Menurut Zulnahar, akurasi data diperlukan untuk menentukan kebijakan produksi nasional. Selain itu, kelengkapan data juga, akan menunjang rencana Pemerintah dalam membentuk zonasi suplai batu bara nasional.

 

“Kita mengadakan diskusi untuk mendata, ingin memberi informasi yang akurat soal cadangan. Kita cenderung ingin memberikan satu legitimasi angka yang tepat. sehingga seluruh perusahaan menggunakan data itu, mudah-mudahan nanti di-approve,” tutur Zulnahar saat dijumpai seusai memandu Focus Group Discussion (FGD) dengan tema kecukupan cadangan batu bara nasional, di Jakarta, Kamis (25/7).

 

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Rudi Suhendar. Berdasarkan laporan per Juni 2019, Badan Geologi mencatat jumlah cadangan batu bara nasional berada di angka 41 miliar ton, naik dari angka sebelumnya yang dirilis pada akhir tahun lalu sekitar 39 miliar ton.

 

“Yang kita kumpulkan dari berbagai data, itu sampai sekarang per Juni ini 41,1 miliar (ton). Itu data dari macam-macam,” kata Rudi.

 

Di sudut lain, menurut Direktur Jenderal Minerba, Bambang Gatot Ariyono, pihaknya mencatat jumlah cadangan batu bara hanya sekitar 15 miliar ton. Angka tersebut diperoleh dari laporan perusahaan yang izin kewenangannya dipegang Pemerintah pusat, meliputi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan Penanaman Modal Asing (IUP PMA), dan IUP Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

 

Angka tersebut, lanjut Bambang, dipastikan belum mencakup seluruh cadangan di Indonesia. Sebab, di luar ketiga jenis izin itu, masih ada jenis izin lainnya yang dikelola oleh pemerintah daerah, yakni Izin Usaha Penanaman Modal Daerah Nasional (IUP PMDN).

 

“Kami punya catatan sendiri berdasarkan laporan perusahaan. Kita untuk menjamin laporan itu betul harus dijamin oleh sertifikasi competent person. Cadangannya hanya 15 miliar (ton) yang tercatat di perusahaan. Tetapi ini mungkin tidak seperti itu, ini mesti lebih besar, khususnya dari IUP PMDN,” ujarnya.

 

Jumlah cadangan yang hanya 15 miliar ton itu, kata Bambang, sifatnya masih fluktuatif mengikuti situasi pasar. Nantinya dimungkinkan perusahaan yang bersangkutan akan mengoreksi.

 

“Perusahaan itu kan ngitungnya atas dasar kepentingan bisnis mereka, kadang stripping ratio berubah karena harga berubah, ya berubah (jumlah cadangannya),” tegasnya.

 

Perbedaan data di tingkat pemerintah ini akan didorong oleh KEIN untuk disingkronkan. Menurut Zulnahar, hasil penyelarasannya nanti bakal digunakan untuk membentuk rencana zonasi.

 

Untuk diketahui, saat ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana akan melakukan pemetaan wilayah dengan membentuk zonasi produsen dan konsumen batu bara. Zonasi tersebut disesuaikan berdasarkan letak geografis tambang dan pembangkit listrik, serta spesifikasi batu bara.

 

Tujuannya, selain untuk mengurangi beban biaya pengangkutan, juga untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dalam negeri.

 

“Kita bahas zonasi juga, gak mungkin cadangan yang ada di Sumatera itu (dipasok) untuk di Papua. Ini nanti menjadi asupan informasi yang strategis,” pungkas Zulnahar.