Beranda Tambang Today BPH Migas Temukan Penyelewengan BBM Satu Harga

BPH Migas Temukan Penyelewengan BBM Satu Harga

Jakarta, TAMBANG – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menemukan penyelewengan BBM Satu Harga di beberapa daerah, yaitu Riau, Bandar Lampung, dan Sumenep.

 

Penyelewengan di Riau tercium ke BPH Migas, setelah terjadi aksi demonstrasi mahasiswa yang menduduki kantor DPRD Pekanbaru, Senin (5/3). Diketahui, SPBU seluruh wilayah Riau mengalami kelangkaan Premium, sementara Pertalite dijual lebih mahal dari harga di Provinsi Jambi.

 

“Ini kita akan verifikasi, apa penyebab kelangkaan (Premium), apakah SPBU di Riau tidak menjalankan tugasnya menyalurkan BBM penugasan (Premium),” kata Komite BPH Migas divisi BBM, Hendry Ahmad, di Jakarta, Rabu (7/2).

 

Mengenai harga Pertalite di Riau lebih mahal dari Jambi, Hendry mengatakan, Riau memiliki kebijakan tersendiri soal pajak BBM non-subsidi yang berbeda dengan wilayah lainnya. Riau menetapkan BBM non-subsidi, termasuk Pertalite, dengan pajak sebesar 10 persen, sedangkan daerah lain rata-rata hanya 5-7 persen.

 

Kasus serupa terjadi juga di Bandar Lampung, hampir semua SPBU mengalami kelangkaan Premium. Kuat dugaan disebabkan oleh SPBU yang enggan menyalurkannya. Pasalnya, animo masyarakat telah bergeser dari Premium ke Pertalite, sehingga Premium yang sifatnya penugasan dan disubsidi tidak disalurkan. Tentu tingginya animo masyarakat sangat menentukan nilai keekonomian bagi SPBU.

 

Hal ini diperkuat lagi dengan margin atau laba dari Pertalite yang lebih besar dibandingkan dengan Premium. Pengusaha bisa ambil margin bagi BBM subsidi/Premium hanya sebesar Rp250 per liter, sedangkan non-subsidi/Pertalite dibanderol Rp400 per liter.

 

“Khusus di luar Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) semua SPBU wajib menyalurkan BBM penugasan (Premium). Kalau ada kelangkaan, itu penyelewengan namanya,” ucap Hendry.

 

Sejauh ini, soal penyediaan Premium pemerintah membedakan antara SPBU di wilayah Jamali dan non-Jamali. SPBU di Jamali tidak punya kewajiban menyalurkan BBM Premium, kecuali yang dekat jalur-jalur angkutan umum. Sementara di luar Jamali, semuanya wajib menyalurkan BBM bersubsidi itu.

 

Meskipun pergeseran Premium ke Pertalite patut diapresiasi, tapi masih ada juga msyarakat-masyarakat miskin yang membutuhkan BBM subsidi. Sehingga tingginya animo Pertalite tidak serta merta melunturkan tugas SPBU menyalurkan Premium.

 

Hal berbeda terjadi di Sumenep. Di pulau Raas, Sumenep, BBM subsidi diecer dengan harga terlampau tinggi, yaitu Rp10 ribu untuk Premium dan Rp7000 untuk Solar. Semestinya harga Premium sekitar Rp6.450 dan Solar Rp5.100.

 

“Fasilitas belum dibangun, tapi laporan distribusi semua lancar. Ternyata, mereka jual dengan drum ke pengepul, lalu pengepul jual ke pengecer. Wajar saja harga mahal ketika sampai ke masyarakat,” ungkap Hendry.