Beranda ENERGI Migas DPR Dituntut Bentuk Panja Sonangol

DPR Dituntut Bentuk Panja Sonangol

Jakarta-TAMBANG. Masih simpang siurnya impor minyak Sonangol yang melibatkan transaksi triliunan rupiah membuat banyak pihak mendesak DPR RI untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) Sonangol. Pengamat kebijakan pertambangan, Yusri Usman mengatakan, Panja Sonangol diharapkan bisa mengusut dan mengurai sumber permasalahan upaya pembelian minyak Sonangol dan mencari tahu siapa aktor di belakang pembelian ini.

 

Menurut alumnus Geologi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu, pemerintah dan para pihak yang terlibat terkesan memojokan Pertamina saat perusahaan plat merah ini melanjutkan perjanjian G to G menjadi B to B, yang kemudian mengalihkannya ke Petral Energy Services (PES).

 

“Padahal pemerintah yang semula menunjuk Pertamina untuk menindaklanjuti proses impor minyak negeri Afrika ini,” terang Yusri, kepada Majalah TAMBANG, Rabu sore kemarin.

 

Menurut Yusri, tindakan Pertamina mengalihkan proses impor pada Petral ini dinilai sebagai penyebab pupusnya iming-iming harga miring yang semula dijanjikan Sonangol EP. Harga diskon ini sempat pula diumbar oleh Menteri ESDM Sudirman Said karena dianggap berdampak penghematan 25%.

 

Yusri menyebut hal itu ibarat pepatah ‘muka buruk, cermin yg dibelah’. Info yang ia dapat justru menunjukkan, pihak yang disodorkan membuat perjanjian dengan PES Singapore adalah China Senangol, perusahaan joint venture Senangol EP dengan Mr. Sam Pa, patner PT Surya Energy, milik Surya Paloh. Perusahaan itu kini bermitra dengan Perusda di blok Cepu.

 

“Faktanya Senangol Asia yang selama ini adalah rekanan pemasok tetap di PES. Bahkan mengirim surat jawaban pada 20 November 2014 dengan mekanisme bisnis yang normal berlaku di pasar,” tandas Yusri.

 

Kesimpang-siuran inilah yang harus dijelaskan pemerintah supaya masyarakat paham siapa aktor yang bermain di belakang sandiwara ini. “Bisa jadi dengan Direksi Pertamina yang baru dilantik ini diproses ulang kerjasamanya. Karena ada potensi penghematan hingga Rp 15 trilun per tahun,” tegas Yusri.

 

Kemungkinan lainnya, ujar Yusri, boleh jadi harga diskon yang pernah diucapkan oleh Menteri ESDM beberapa waktu lalu hanya angin surga. Ia mengibaratkan seperti strategi memetik lima jari ‘kasih 1 tarik 4’. Oleh karena itu, pembentukan Panja DPR terkait Sonangol menjadi keharusan.

 

Sementara itu pengamat energi dari Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, urungnya harga diskon impor minyak Sonangol bukan sesuatu yang luar biasa. Ia memahami prinsip yang dipegang pemerintah bahwa ingin efisien dengan tidak menggunakan trader tapi realitas di dunia perminyakan, kata Pri Agung, hampir semua perusahaan minyak punya pihak ketiga, trading arms, untuk menjualnya.

 

Sejak mula ia juga berharap bisa memberi harga khusus tetapi ketika tidak terealisir, “Jadi, penghematan yang dijanjikan oleh pemerintah masih membutuhkan tahap lebih lanjut. Dibanding membeli spot, saya yakin masih tetap lebih baik sih,” tutur Pri Agung.