Beranda ENERGI Migas Faisal Basri Dicap Sering Umbar Bicara Tanpa Fakta

Faisal Basri Dicap Sering Umbar Bicara Tanpa Fakta

Jakarta-TAMBANG. Pengamat kebijakan migas meminta Tim Reformasi Tata Kelola Migas bekerja profesional sesuai fakta serta tidak mengumbar pernyataan bahwa Petral sarang mafia. Tim tersebut diharapkan bisa membaca data dan fakta sebelum mengeluarkan pernyataan.

 

Pengamat Kebijakan Migas, Yusri Usman mempertanyakan pernyataan Faisal Basri yang telah terlanjur diumbar di ruang publik tersebut berbeda dengan kenyataan yang ada. Yang mengherankan, kata Yusri, adalah pernyataan yang keluar setelah rapat 17 Desember kemarin yang juga dihadiri Petral dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Faisal Basri Cs justru berujar bahwa impor BBM lebih murah dibanding kalau diolah di kilang milik Pertamina.

 

“Sejak awal saya sudah mengkritisi agar tim bekerja lebih profesional, jangan umbar bicara sebelum memiliki fakta dan data valid dan mengandung kebenaran yang sudah di verifikasikan ke pihak terkait, jangan seperti istilah NATO ( No Action Talk Only ),” tegas Yusri, dalam keterangan tertulis, Minggu
(21/12).

 

Menurutnya, sejak awal, tim ini nampak tidak profesional. Perlu dijelaskan hubungan mekanisme kerja Petral dengan Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina. “Diduga fakta-fakta yang sempat diumbar ke publik tersebut bersumber dari Daniel Purba yang juga anggota tim yang tidak lain ‘anak emas’ Ari Soemarno,” tudingnya.

 

Ia membeberkan, sejak Ari Sumarno menjadi Managing Director Petral Singapore periode 2003 hingga Agustus 2004, Daniel Purba adalah sebagai wakilnya (VP). Yang mendesak, imbuh Yusril, perlu dijelaskan hubungan mekanisme kerja Petral dengan Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina. Karena ternyata semua perintah soal impor minyak mentah dan BBM menyangkut jenis volume dan harga perkiraan serta jadwal suplai, semuanya dibawah kendali ISC Pertamina.

 

Sehingga, setiap tender Petral lanjutnya, hanya berfungsi mengundang dan merekapitulasikan dan mengusulkan ke ISC untuk dievaluasi mengikuti General Term Condition (GTC) sebagai standard prosedur yang baku.

 

Ia mengingatkan, seharusnya Daniel yang selalu dipuji sebagai orang paling jujur oleh Faisal berbicara jujur juga dengan hati nurani soal proses bisnis di Petral sejak 2004 sampai dengan dia menduduki posisi VP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina ISC pada 2008 sampai dengan 2009.

 

Menurutnya, ada banyak kejanggalan manakala ISC beroperasi. Misalnya, penjualan greencoke 300.000 MT melalui Paramount Petrol dan Orion Oil ( Post Box Company ) dan terus melalui Mitsubishi dan Thyssen baru kemudian dijual ke pembeli akhir SSM di Eropa dan Xijiang di China.

 

“Dugaan kerugian Pertamina akibat proses ini sebesar sekira USD2.400.000 akibat tidak langsung ke pembeli akhir,” tandasnya.