Beranda Editorial Fungsi Petral Dikebiri

Fungsi Petral Dikebiri

Setelah berminggu-minggu disorot pasca terbentuknya Tim Reformasi Tata Kelola Migas Kementerian ESDM yang diketuai Faisal Basri, akhirnya di penghujung tahun Pertamina Energy Trading Limited (Petral) direkomendasikan untuk dikebiri. Anak usaha PT Pertamina (Persero) diusulkan untuk tidak lagi diberi peran menjadi importir minyak mentah. Sebagai gantinya, fungsi impor minyak mentah dan BBM akan dialihkan ke Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.

 

Faisal Basri menegaskan, pertimbangan utama pengalihan tersebut adalah selama ini Petral belum menjalankan proses impor secara efisien. “Keberadaan Petral di Singapura tidak membuat perusahaan tersebut menjadi lebih efisien,” katanya kepada Antara pekan lalu.

 

Menurut dia, pengalihan tender ke ISC Pertamina membuat pelaksanaannya tunduk pada hukum Indonesia, sehingga BPK atau KPK bisa menjalankan fungsinya secara optimal.

 

ISC merupakan salah satu bagian Pertamina. Kedudukannya langsung berada di bawah dirut Pertamina. Kepala ISC adalah pejabat setingkat “senior vice president” (SVP). Salah satu Anggota Tim Reformasi dari unsur Pertamina, yakni Daniel Purba, telah resmi dilantik menjadi SVP ISC pada pekan lalu.

 

Petral sendiri, kata Faisal, tidak dibubarkan dan keberadaannya tetap berkantor di Singapura. Namun, perusahaan yang sahamnya seratus persen dimiliki Pertamina itu tidak lagi berwenang melakukan tender impor minyak mentah dan BBM bagi Pertamina. “Kewenangan tender dilakukan ISC dan Petral bisa menjadi salah satu peserta tender,” tegas Faisal.

 

Selanjutnya, Petral diarahkan menjadi perusahaan kelas dunia dalam perdagangan minyak dan memaksimalkan fungsi intelijen pasar. “Petral bisa jual minyak dari satu negara ke negara lainnya. Jadi tidak perlu dibubarkan,” katanya .

 

Faisal juga mengatakan, berdasarkan temuan tim, pemilik minyak atau BBM yang kredibel terkendala memasok secara langsung ke Petral, karena spesifikasi produk tidak lazim, proses berbelit-belit, dan harus berhadapan dengan pihak ketiga yang bertindak sebagai ‘agent’ atau ‘arranger’. “Namun, pemilik minyak itu mengakui dengan terbuka mengapalkan minyak secara teratur ke Indonesia melalui trader,” katanya.

 

Menurut dia, praktik yang tidak lazim lainnya di Petral adalah sejumlah perusahaan minyak nasional (national oil company/NOC) yang bertindak sebagai ‘fronting’ atau hanya sebagai perantara, karena tidak mempunyai minyak atau BBM. Ia mencontohkan, sejumlah NOC sebagai ‘fronting’ antara lain Maldives Ltd, PetroVietnam Oil Corporation, PTT Thailand, dan Petco Trading Labuan Company Limited milik Petronas.

 

Faisal juga mengaku, timnya menemukan indikasi kebocoran informasi mengenai spesifikasi produk dan perkiraan harga sebelum tender berlangsung. “Lainnya, kami menemukan banyak indikasi adanya kekuatan tersembunyi yang terlibat dalam proses tender di Petral,” katanya.

 

Ia menambahkan, pihaknya merekomendasikan dilakukan audit forensik terhadap Petral dengan auditor memiliki jangkauan kerja hingga ke Singapura. Semua rekomendasi tersebut sudah disampaikan ke Menteri ESDM Sudirman Said sebelum disampaikan ke publik.

 

Daniel Purba mengatakan, ISC menargetkan sudah melakukan tender baik BBM maupun minyak mentah pada Januari 2015. “Saat ini, kami sedang membenahi prosedurnya. Mudah-mudahan, kurang dari satu bulan ini, kami sudah bisa tender,” katanya.

 

Salah satu prosedur yang akan dibenahi adalah merevisi Keputusan Menteri BUMN pada 2012 yang mewajibkan pemasok minyak dan BBM berasal dari NOC. Nantinya peserta tender tidak harus NOC, tapi bisa pedagang (trader) yang kredibel.

 

Menurut Daniel, pembatasan hanya NOC yang boleh ikut tender membuat rantai bisnis menjadi lebih panjang, karena dalam praktiknya memakai ‘fronting’. “Dengan membuka kesempatan yang sama, maka bisa memotong rantai transaksi,” katanya.

 

Menurut Daniel, pihaknya akan memperbanyak kontrak berjangka panjang antara 6-12 bulan. Untuk kontrak Petral yang sudah ditandatangani selama enam bulan ke depan, lanjutnya, tetap dihormati dan berjalan.

 

Selama ini, Petral melakukan impor BBM sebanyak 8-10 juta barel per bulan dan minyak mentah 10 juta barel/bulan untuk Pertamina. Daniel juga menegaskan, pengalihan fungsi Petral ke ISC tersebut mengembalikan peran institusi tersebut saat awal pembentukannya.

 

ISC yang sempat dikepalai Sudirman Said –kini menjadi Menteri ESDM–, menjalankan fungsi pengadaan minyak dan BBM untuk memenuhi kebutuhan Pertamina. Kini, ketika Sudirman menjabat Menteri ESDM, ISC pun difungsikan lagi untuk menggantikan Petral.

 

Begitulah, ketika rezim telah berganti, maka berganti pula kebijakan dan terjadi perombakan kelembagaan. Kali ini Petral dikebiri, namun tidak diberangus. Aneh bin ajaib, perusahaan milik bangsa sendiri itu nantinya diwajibkan ikut tender melawan perusahaan migas dunia lainnya untuk memasok ke perusahaan induknya. Bukankah pola baru itu akan membuat rantai importasi miyak semakin panjang sehingga celah bagi pemburu rente semakin banyak?

 

Semoga saja pola anyar importasi minyak mentah ala Pertamina –yang diterapkan atas rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas Kementerian ESDM– tidak memberi ruang bagi mafia migas baru. Yang dibutuhkan rakyat adalah transparansi, bukan pergantian ‘sopir dan kendaraan’ yang justru menjadi anggota mafia yang baru.