Beranda Mineral Gali Emas Ilegal Lewat Bawah Tanah, WNA Tiongkok Ditangkap Di Kalbar

Gali Emas Ilegal Lewat Bawah Tanah, WNA Tiongkok Ditangkap Di Kalbar

Konferensi Pers penangkapan WNA Tiongkok penambang emas ilegal di kantor Ditjen Minerba Kementerian ESDM.

Jakarta, TAMBANG – Tim gabungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM dan Badan Reserse Kriminal (Bareksrim) Polri membekuk seorang warga negara asing (WNA) asal Tiongkok berinisial YH. Ia kedapatan melakukan penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).

“Kami baru saja melakukan proses penegakan hukum di Kalimantan Barat, Ketapang. Ditemukan adanya aktivitas tanpa izin yang dilakukan oleh tersangka insial YH, yang bersangkutan merupakan warga negara Tiongkok,” ungkap Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (5/11).

Pelaku melakukan aksi culas dengan modus operandi memanfaatkan tambang bawah tanah di kawasan kawasan izin usaha pertambangan (IUP). Dalam catatan resmi Kementerian ESDM, tambang tersebut sedang tidak beroperasi, melainkan dalam tahap pemeliharaan.

Namun demikian, aktivitas pemeliharaan tersebut disalahgunakan dengan melakukan operasi produksi, yang meliputi aktivitas peledakan, pengolahan dan pemurnian emas, hingga transaksi penjualan.

“Memanfaatkan lubang tambang dalam atau tunnel yang saat ini statusnya masih dalam pemeliharaandan tidak memiliki izin operasi produksi.” ungkap Sunindyo.

“Mereka melaksanakan kegiatan pengambilan bijih emas, termasuk mengolah dan memurnikan di dalam terowongan. Hasil pekerjaan pemurnian dibawa ke luar dalam bentuk dore atau bullion emas,” sambungnya.

Adapun tersangka YH bakal diancam dengan pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba). Selain itu, perkara ini juga berpotensi melanggar aturan lainnya di luar UU Minerba. 

“Tersangka secara terang benderang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 dengan ancaman hukuman kurungan selama-lamanya lima tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Perkara ini tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan menjadi perkara pidana dalam UU selain UU Minerba,” tegasnya.