Beranda Mining Services Gelar Edukasi Terkait B35, Pana Oil Indonesia Berharap Kinerja Alat Berat Tetap...

Gelar Edukasi Terkait B35, Pana Oil Indonesia Berharap Kinerja Alat Berat Tetap Optimal

Dari kiri ke kanan. Managing Director PT Pana Oil Indonesia Raymond Widjaja, pakar konversi energi dari Fakultas Teknik dan Dirgantara ITB Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Bambang Tjahjono, Senior Business Development Manager PT Pana Oil Indonesia Dian Wahyu Bawono, Technical Support of Lubricant Manager Pana Oil Sanusi Jafar, Director B2B PT Pana Oil Indonesia Effendy Liemuel saat FGD tentang Biodiesel B35.

Jakarta,TAMBANG,- Salah satu produsen pelumas otomomotif dan industri, PT Pana Oil Indonesia menggelar Focus Group Discussion dengan tujuan memberikan edukasi kepada para pengguna bahan bakar biodiesel 35% (B35). Dari kegiatan ini diharapkan kinerja mesin dan alat berat khususnya di sektor pertambangan tetap optimal.

Dalam event bertajuk Pana Talk with Expert dengan tema Sifat Biodiesel dua narasumber yang kompeten dihadirkan. Ada Tri Yuswidjajanto Zaenuri, pakar konversi energi dari Fakultas Teknik dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Bambang Tjahjono. Diskusinya dimoderatori oleh Senior Business Development Manager PT Pana Oil Indonesia Dian Wahyu Bawono.

Raymond Widjaja, Managing Director PT Pana Oil Indonesia, menjelaskan bahwa implementasi B35 masih relatif baru. Oleh sebab itu, PanaOIL merasa perlu memfasilitasi edukasi tentang B35 kepada para pengguna, khususnya pengguna alat-alat berat di sektor pertambangan.

Dia berharap agar Pana Talk kali ini tentang B35 dapat memberikan edukasi sekaligus solusi atas beberapa keluhan yang sering disampaikan para pengguna akibat dari penggunaan bahan bakar biodiesel dengan kadar fatty acid methyl ester (FAME) sebesar 35% ini.

“Sebagai produsen pelumas dalam negeri, PanaOIL siap menerima kebijakan mandatory B35. Pana Oil aktif memberikan edukasi tentang B35 kepada para pengguna. Penjelasan dari para expert dan praktisi ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang B35 sehingga dapat menjaga performa mesin dan alat berat tetap optimal,” ujarnya, Selasa (29/8).

Raymond menambahkan, selain edukasi, PanaOIL juga terus melakukan riset untuk menghasilkan solusi dalam meningkatkan kinerja mesin dan peralatan dari pelanggannya, khususnya di sektor pertambangan. B35 merupakan bauran 65% solar dan 35% biodiesel dari FAME. Pemerintah mewajibkan B35 sejak 1 Februari 2023 dan diimplementasikan secara serentak di dalam negeri per 1 Agustus 2023.

Sejak diterapkan, pengguna B35 menyampaikan beberapa keluhan, seperti lebih sering servis filter bahan bakar, banyaknya deposit/kontaminan dikarenakan pelumas,  kadar air dalam B35, konsumsi bahan bakar lebih boros, dan lainnya.

Director B2B PT Pana Oil Indonesia Effendy Liemuel menjelaskan dalam sesi Pana Talk with Expert, para pakar dan praktisi secara tegas menyampaikan bahwa tidak ada kaitan langsung antara pelumas dengan performa mesin yang menggunakan bahan bakar B35. Akan tetapi, lanjutnya, untuk menjaga kinerja mesin, terutama alat berat, para pengguna B35 perlu lebih rutin melakukan pemeliharaan.

“Kami menyadari bahwa teknologi baru selalu memiliki tantangan. Pandangan pakar dan praktisi sangat clear, bahwa B35 tidak ada kaitan langsung dengan penggunaan pelumas mesin,” tutur Effendy.

Sifat FAME

Tri Yuswidjajanto Zaenuri menjelaskan, FAME dari esterifikasi CPO memiliki sifat higroskopis (menyerap air), detergency (sifat pelarutan terhadap deposit yang ada di tangki bahan bakar hingga ke saluran bahan bakar yang menyebabkan kotoran menyangkut di filter dan terjadi proses sumbatan), tingkat oksidasi tinggi yang memicu deposit, dan nilai kalor FAME sebesar 37 MJ/kg lebih rendah dibandingkan solar 43 MJ/kg.

Selain itu, katanya, biodiesel memiliki viskositas (kekentalan) lebih tinggi yaitu sebesar 4,15 mm2/s dibandingkan dengan solar sebesar 3,25 mm2/s. Ketika diinjeksi maka kabutnya lebih besar. Solar habis terbakar dan FAME tidak habis terbakar sehingga sebagian terbawa oleh blow by gas turun ke crankcase (bagian mesin), dan masuk ke dalam pelumas.

Di sisi lain, menurutnya, dengan viskostas pelumas lebih tinggi dibandingkan dengan FAME sehingga masuknya FAME menyebabkan pelumas makin encer. Oleh sebab itu, pelumas justru menjadi lebih licin karena seperti mendapatkan aditif anti-friction melalui FAME tersebut.

“Sehingga sampai sekarang nggak ada keluhan soal oli dari teman-teman pengguna B35 di lapangan. Ganti oli tetap normal 250 jam atau 500 jam saja. Tapi, mereka mengeluh masalah ganti filter jadi lebih sering, power loss [kehilangan tenaga], interval injector service menjadi lebih cepat, bahan bakar lebih boros. Karena itulah di lapangan sangat jarang mendapatkan keluhan terkait pelumas,” terang Tri.

Menurutnya, di dalam pompa bahan bakar, semua komponennya dilumasi bahan bakar tidak ada yang dilumasi dengan pelumas. “Seharusnya tidak ada keluhan soal pelumas terkait dengan bahan bakar B35.”

Tri menambahkan, dengan sifat higroskopis, ketika B35 di tangki timbun yang banyak ruang kosong di dalamnya, terjadi kondensasi uap air karena ada ruang udara yang diserap FAME sehingga kadar air dalam bahan bakar makin bertambah. Air yang tercampur dalam bahan bakar, lanjutnya, membentuk emulsi yang memicu bakteri dan jamur, kemudian timbul lapisan gel yang bermuara di filter bahan bakar.

Akan tetapi, Tri juga menilai, program mandatory B35 memberikan banyak benefit seperti penghiliran CPO sekaligus sejalan dengan upaya pemerintah dalam menurunkan emisi karbon. Di sisi lain, dampak negatif dari B35 perlu diatasi agar program B35 berjalan lancar dan tidak merugikan pelaku industri dan pengguna.

“Dalam penyimpanan B35 harus dibersihkan secara rutin, melakukan sirkulasi bahan bakar dengan mengambil dari bawah melalui filter untuk dinaikkan ke atas, modifikasi dengan menambahkan filter untuk menjaga agar bahan bakar yang masuk ke ruang bakar lebih bersih. Solusi lain dengan menggunakan zat aditif bahan bakar,” kata Tri.

Hal senada disampaikan Bambang Tjahjono bahwa ada sifat negatif biodiesel seperti penggunaan bahan bakar menjadi lebih boros. Bahkan, sifat higroskopis menyebabkan kadar air dalam biodiesel cukup tinggi sehingga membahayakan mesin.

“Sifat berikutnya, mudah oksidasi menyebabkan endapan, impact pada filter bahan bakar. Kemudian sifat korosif. Ini menyangkut jangka panjang yang sering dilupakan. Setelah saya kasih feedback ke pemerintah, baru muncul pedoman teknis, penyimpanan B35 maksimal 3 bulan. Setelah 3 bulan harus dites, diuji lagi.”

Menurutnya, sebagai industri dengan pengguna B35 terbesar, Aspindo terus memberikan edukasi pemeliharaan seperti pembersihan (cleaning) rutin, flushing, sedot dengan filter kemudian dikembalikan lagi, dicegah supaya seminimal mungkin udara luar bisa terserap, Kemudian kalau menyimpan B35 dalam jangka panjang, maka tangki harus isi penuh supaya tidak ada udara.

“Kemudian persentuhan FAME dan pelumas di ruang mesin dan sedikit sekali pengaruhnya, tetapi saya belum melihat ada riset. Perlu riset, apakah B35 mempengaruhi kualitas pelumas, khususnya oli mesin, misalnya dalam jangka panjang bisa memperpendek umur oli, ini perlu diriset.”