Beranda Batubara Greenpeace: Sumber Air di Kalsel Tercemar Limbah Batu Bara

Greenpeace: Sumber Air di Kalsel Tercemar Limbah Batu Bara

Jakarta-TAMBANG. Organisasi lingkungan Greenpeace meluncurkan laporan berjudul “Terungkap: Tambang Batubara Meracuni Air di Kalimantan Selatan”. Laporan itu menjelaskan aktivitas pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan telah merusak sumber air, membahayakan kesehatan dan masa depan masyarakat setempat.

 

Laporan yang diklaim sebagai hasil investigasi lapangan Greenpeace selama kurang lebih enam bulan itu juga menyajikan bukti kuat betapa perusahaan-perusahaan tambang batu bara itu telah menggelontorkan limbah berbahaya ke dalam sungai dan sumber-sumber air masyarakat. Perusahaan dinilai melanggar standar nasional untuk pembuangan limbah di pertambangan.

 

“Ini masalah serius yang harus segera diatasi. Sepertiga wilayah Kalimantan Selatan telah menjadi wilayah tambang batu bara,” sebut Arif Fiyanto Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara dalam keterangan persnya kepada Majalah TAMBANG, Kamis (4/12).

 

Ia menambahkan, Badan Lingkungan Hidup setempat telah gagal menghentikan atau mencegah pelanggaran. Karena jumlah pertambangan batu bara sangat banyak. Hampir setengah dari jumlah sungai di Kalimantan Selatan berisiko terpapar dampak pencemaran air dari pertambangan.

 

Dalam laporan tersebut tercatat, 22 dari 29 sampel yang diambil oleh Greenpeace dari kolam penampungan limbah dan lubang-lubang bekas tambang dari lima konsesi pertambangan batubara  di Kalimantan Selatan ditemukan memiliki derajat keasaman (pH) yang sangat rendah, jauh di bawah standar yang ditetapkan pemerintah.

 

Selain itu dari seluruh sampel, 18 diantaranya memiliki derajat keasaman (pH) di bawah 4.  Seluruh sampel yang diambil juga terdeteksi mengandung konsentrasi logam berat. Kebocoran dan potensi melimpahnya air dari kolam-kolam yang terkontaminasi limbah berbahaya di konsesi pertambangan batu bara menimbulkan bahaya pada rawa-rawa, anak sungai dan sungai di sekitarnya.

 

“Greenpeace yakin bahwa terdapat bahaya yang nyata dari limbah berbahaya yang dilepaskan oleh perusahaan pertambangan ke badan-badan air dan lingkungan di sekitar konsesinya. Masyarakat di sekitar konsesi mungkin sedang menggunakan air yang berpotensi tercemari limbah Risiko-risiko yang mereka hadapi sangat tidak bisa diterima,” ujar Arif.

 

Greenpeace mengeluarkan beberapa rekomendasi dan tuntutan. Pertama, perusahaan-perusahaan pertambangan batubara yang meraup untung dari aktivitas pertambangan yang kotor dan ilegal ini, harus bertanggung jawab secara hukum dan moral untuk memulihkan lingkungan dari aktivitas ilegal mereka, untuk mengurangi limbah dari badan-badan air, atau ijin dari perusahaan tersebut harus dicabut.

 

Kedua, perusahaan yang terbukti melanggar hukum harus bertanggung jawab membiayai operasi pembersihan bahkan jika ijin pertambangan mereka sudah selesai atau dicabut, karena masalah  air asam tambang akan bertahan selama beberapa dekade. Pemerintah tidak boleh memberi perusahaan pertambangan batu bara ijin untuk meracuni lingkungan dan masyarakat Kalimantan Selatan.

 

Ketiga, Otoritas pemerintahan yang terkait harus memantau dan melakukan investigasi secara lebih mendalam perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara yang melanggar standar nasional, dan mencemari lingkungan. Penegakan hukum harus diperketat, sanksi harus dipertegas, dan celah-celah regulasi harus ditutup.

 

“Masyarakat Kalimantan Selatan layak mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang lebih baik, seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan keadilan, masa depan yang sehat dan lebih cerah dengan akses air bersih untuk mereka dan anak cucu mereka,” pungkas Arif.