Beranda Komoditi Harga Bijih Besi Terpukul Ekonomi Cina

Harga Bijih Besi Terpukul Ekonomi Cina

ilustrasi (foto: abc.net.au)

TAMBANG—Beijing. Negara-negara yang selama ini mengekspor bijih besi kini sangat cemas melihat melambatnya pertumbuhan ekonomi Cina. Yang paling risau adalah negara pemain besar komoditi bijih besi, yakni Australia dan Brazil. Negara lain dengan kapasitas deposit lebih kecil, seperti Guniea, Indonesia, dan Mongolia, juga ikut kena dampak situasi ini.

Situs MarketWatch.com dalam pemberitaannya menyebutkan, penurunan terhadap permintaan komoditi, termasuk bijih besi, membuat penerimaan negara dari pajak ikut berkurang. Defisit perdagangan bertambah. Kurs mata uang ikut terpengaruh.

Kurs dolar Australia terhadap dolar Amerika mencapai titik terendah dalam empat tahun pada November lalu, sebagian di antaranya karena turunnya harga mineral mentah, serta berkurangnya permintaan dari Cina terhadap berbagai komoditi, untuk pembelian ke depan.

JP Morgan bulan ini memangkas prediksinya terhadap pertumbuhan ekonomi Australia pada 2015 menjadi 2,8% dari 3,3%. Brazil juga baru saja memangkas separuh prediksi pertumbuhan ekonominya tahun ini, dari 1,8% menjadi 0,9%. Keuntungan dari perusahaan tambang di Brazil dan Australia memberi sumbangan banyak terhadap perekonomian negara. Bahkan, selama 15 tahun, menurut Bank Dunia, naik dua kali lipat.

Dampak jangka panjang terhadap ambruknya harga komoditi bahkan bisa lebih dalam. ‘’Pasokan yang berlebih bisa berdampak besar,’’ kata Lourenco Goncalves, CEO Cliffs Natural Resources Inc, perusahaan tambang bijih besi kelas menengah di Australia, yang baru saja mem-PHK karyawannya. Perusahaan besar, demi memenuhi kontrak, tetap berkomitmen menjaga tinggi produksinya.

Rio Tinto PLC dan BHP Billiton Ltd telah mengapalkan kargo dari daerah pedalaman Australia, dalam jumlah besar.

Bagi negara lebih kecil, tambang memegang peran besar bagi perekonomiannya. Di Guinea, keuntungan hasil tambang dari tahun 2000 ke 2012 berlipat tiga menjadi 18,3% . Di Mongolia, untuk periode yang sama, berlipat dua menjadi 11,9%.

Kini tak ada satu pun negara yang bisa menyerap kelebihan produksi, setelah melemahnya pertumbuhan permintaan dari Cina. Eksekutif di BHP Billiton masih berharap, India bisa berperan menyerap kelebihan produksi baru.

Tak ada komoditi lain yang ketergantungannya terhadap Cina sedemikian tinggi. Cina memang membuat separuh dari baja di dunia. Sebaliknya, Cina mengimpor 2/3 dari total pasar ekspor dunia bijih besi, yang setiap tahun mencapai 1,2 miliar ton.

Pada 2003, hanya delapan negara yang mengekspor bijih besi ke Cina lebih dari 10 juta ton. Tahun lalu, angkanya menjadi 15 negara.

Australia, eksportir bijih besi terbesar di dunia, mengirim 80% dari bijih besinya ke Cina, dengan total harga US$ 67 miliar. Brazil mengirim separuh bijih besinya ke negeri panda.

Cina menggunakan baja untuk berbagai keperluan. Mulai dari otomotif, kereta api, gedung pencakar langit, hingga alat-alat pertanian.

 

Dengan situasi seperti itu, bila ‘’Sang Naga’’ batuk, efeknya akan kencang terasa hingga Indonesia, bahkan sampai Brazil, yang terletak nun jauh di belahan dunia sana.