Beranda Mineral Harga Tembaga Jatuh, Khawatir Perlambatan Ekonomi

Harga Tembaga Jatuh, Khawatir Perlambatan Ekonomi

RONTOKNYA harga komoditi menyeret ke tembaga. Harga bahan logam untuk industri jatuh dipicu kekhawatiran melemahnya perekonomian global. Logam merah ini hari Rabu kemarin harganya US$ 2,55 (sekitar Rp 35.000) per pound, harga terendah sejak 2009. 1 pound setara dengan 0,45 kilogram. Rontoknya harga ini dipicu oleh melambatnya ekonomi Cina di tengah melimpahnya pasokan.

 

Khusus untuk hari Rabu kemarin, tembaga harganya anjlok 5,2%. Padahal sebelumnya tembaga harganya sempat membaik pelan-pelan, hingga mencapai 8%. Rontoknya harga kali ini kemungkinan juga akibat pengaruh ambruknya harga minyak.

 

‘’Susah untuk mendapatkan alasan mendasar yang membuat harga jatuh. Kemungkinan besar ya karena orang khawatir terhadap pertumbuhan ekonomi dunia,’’ kata Robin Bhar, Kepala Riset Logam Societte Generale.

 

Bank Dunia memangkas ramalan ekonominya tahun ini. Kuatnya perekonomian Amerika, kata Bank Dunia, tidak cukup untuk mendongkrak pertumbuhan global.

 

Tembaga dipakai di semua sektor, dari konstruksi, pembangkit listrik, mobil, dan elektronik. Karena itu konsumsi tembaga sering dilihat sebagai indikator pertumbuhan ekonomi dunia. Ambruknya harga tembaga dilihat sebagai cerminan situasi perekonomian.

 

Cina mengonsumsi 40% tembaga dunia. Ini tidak cukup untuk menyerap pasokan yang telah ada. Biro riset BMO Nesbitt Burns memperkirakan, dewasa ini terdapat kelebihan pasokan tembaga 450.000 ton.

 

Tahun lalu, terdapat tambahan pemasok tembaga. Perusahaan Kanada, Hudbay Minerals Inc memulai tambang barunya di Peru. Perusahaan dari Amerika, Freeport-McMoRan Inc menambah produksinya di salah satu tambangnya di Amerika. Indonesia juga mulai melonggarkan pelarangan ekspor mineral mentah, termasuk untuk Freeport.

 

Perusahaan Cina juga mulai membangun proyek tambang tembaga Las Bambas di Peru, serta tambang tembaga milik Wanbao Mining Copper Co di Myanmar. Pasokan dari dua tambang ini akan membuat pasokan tembaga ke pasar makin berlimpah.

 

‘’Kami memahami mengapa pasar situasinya negatif. Karena tidak ada tambahan permintaan,’’ kata Jessica Fung, analis komoditi dari BMO.

 

Meski demikian, sebagian besar produsen tembaga masih bisa menghasilkan duit. Ini membuat perusahaan tambang merasa masih belum perlu memangkas produksinya.

 

Hudbay, misalnya, tengah bersiap meningkatkan produksi tambangnya. Katanya, untuk menghasilkan 1 pound tembaga hanya dibutuhkan US$1. ‘’Kami harus menambah produksi, karena itu akan meningkatkan keuangan kami,’’ kata Kepala Eksekutif Hudbay, David Garofalo.

 

Wood Mackenzie, perusahaan riset sumber daya alam memperkirakan, tidak akan banyak perusahaan tambang yang bersedia memangkas produksinya, dalam kondisi harga seperti sekarang. ‘’Bahkan bila harganya US$ 2,50 per pound, sebanyak 95% industri tambang masih berlaba.