Beranda Mineral Hilirisasi Mineral: Perusahaan Asing Kembali Jadi Anak Emas

Hilirisasi Mineral: Perusahaan Asing Kembali Jadi Anak Emas

Jakarta – TAMBANG. Pemerintah rupanya kembali memperlihatkan keberpihakannya pada perusahaan tambang asing. Setelah memberikan perpanjangan ekspor bagi Freeport Indonesia, kini giliran PT Newmont Nusatenggara (NNT), perusahaan tembaga pemegang Kontrak Karya yang akan diberikan izin ekspor konsentrat.

 

Sesuai dengan MoU sebelumnya, izin ekspor PT Newmont  akan berakhir pada 18 Maret 2015. Maka dari itu perseroan harus mengajukan izin baru. Tak mau rugi, perseroan pun mengajukan izin tersebut 30 hari sebelum waktu berakhir.

 

“Oh iya, iya. Ada ketentuan 30 hari sblm izin ekspor berakhir. Tapi kan februari 28, jadi sudah diajukan 2 minggu yang lalu sesuai dengan aturan, kita harus patuh,” jelas Direktur Utama PT Newmont, Martiono, di Kantor Ditjen Minerba, Rabu (18/2). Dirinya juga yakin bahwa izinnya tersebut akan didapatkan. “Aku ini doanya tiap malam,” ujarnya.

 

Senada dengan Martiono, Dirjen Minerba, R.Sukhyar juga mengisyaratkan bahwa PT Newmont akan kembali diberikan izin ekspor. Dirinya juga membenarkan bahwa langkah ini untuk membantu perseroan mengumpulkan laba agar bisa membangun pabrik pemurnian (smelter) yang harus dimiliki setiap perusahaan mineral. “Sepertinya iya,” ujar Sukhyar di tempat yang sama.

 

Sebenarnya pemerintah sudah memberikan ultimatum agar perusahaan mineral, termasuk Newmont untuk membangun smelter dan harus jadi paling lambat 2017. Jika tidak, maka izin pertambangan mereka akan dicabut. Newmont dan Freeport pada 2014 lalu sempat mendapatkan sanksi pelarangan ekspor. Namun setelah negosiasi panjang, Pemerintah akhirnya memberikan kesempatan ekspor dengan syarat tingkat kemajuan proyek smelter mereka harus meningkat signifikan.

 

Kewajiban membangun smelter merupakan amanat dari UU Minerba No.4/2009. Sebagai petunjuk pelaksanaan, Pemerintah mengeluarkan Permen No.1/2014 dan PP No.1/2014. Namun demi menyelamatkan perusahaan investor asing, pemerintah rela untuk mengenyampingkan hal tersebut. Bahkan Peraturan Menteri ESDM nomor 1 tahun 2014 disinyalir akan direvisi untuk menunggu smelter tersebut jadi.

 

“Kalau nanti tahun 2017 tidak bisa selesai, ya kemungkinan akan ada amandemen Permen,” tuturnya lagi.