Beranda Editorial Hilirisasi Pantang Surut

Hilirisasi Pantang Surut

ilustrasi

Indonesia disebut-sebut sebagai negara “Gemah Ripah loh Jinawi” karena melimpahnya sumber daya alam dan mineral yang ada di bumi Nusantara. Sayangnya, anugerah yang tak ternilai harganya itu tidak dikelola dengan baik. Kegiatan pertambangan mineral, misalnya, sampai dengan setahun lalu begitu banyak dilakukan oleh perusahaan tambang, dan hasilnya diekspor secara langsung. Selama puluhan tahun bahan mentah mineral dipasarkan ke luar negeri dengan volume yang sangat besar.

 

Apabila hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, maka dapat memicu terjadinya kenaikan jumlah ekspor barang tambang secara masif. Alhasil, kekayaan sumber daya alam itu tidak dimanfaatkan untuk bangsa sendiri. Oleh karena itulah pemerintah menerapkan aturan pelarangan ekspor beberapa barang tambang tanpa diolah (bahan mentah) pada awal 2014.

 

Kebijakan tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara (UU Minerba). Pemerintah harus mengendalikan ekspor bahan tambang mentah dengan memproses hingga mendapatkan nilai tambah di dalam negeri secara optimal melaiui hilirisasi industri.

 

Sejak itu, pembangunan sektor pertambngan mineral diarahkan menuju hilirisasi. Alasannya, hilirisasi industri adalah merupakan strategi yang tepat untuk negara-negara yang mempunyai sumber daya alam, sumber mineral dan sumber energi yang berlimpah dan dapat menggunakan bahan-bahan yang dihasilkan oleh sektor ini sebagai input bagi proses industrialisasi.

 

Secara struktural, output produksi yang dihasilkan oleh industri-industri dasar yang mengolah sumber daya mineral dan sejenisnya tidak akan berfungsi dengan efektif, kecuali bila industri hilirnya dapat tumbuh dan berkembang, dan memerlukan output dari industri dasar.

 

Menggerakkan progam hilirisasi, secara substansial bukan perkara mudah. Negeri ini harus memiliki industri dasar yang kuat untuk mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau barang setengah jadi. Dengan demikian, hilirisasi perlu didukung oleh adanya industri dasar yang efisien. Apalagi, hilirisasasi diarahkan untuk mencapai tujuan strategis, antara lain mengurangi ketergantungan impor dan penguatan struktur industri. Misi mulia itu, bisa jadi, manis di mulut tapi susah dijalankan.

 

Secara ideal, progam hilirisasi industri hanya akan terwujud dalam jangka panjang bilamana pemerintah dapat mengembangkan kebijakannya dalam dua area besar, yaitu kebijakan pengembangan industri dasar sebagai industri pendukung dan kebijakan industri hilirnya sendiri. Selain itu, industri-industri dasar yang tumbuh harus bisa beroperasi pada skala produksi yang optimal. Artinya, bila kebutuhan di dalam negerinya sudah terpenuhi, maka sebagian dari produksinya harus diperbolehkan untuk diekspor.

 

Setelah hampir setahun berjalan, di tengah berbagai kendala, program hilirisasi industri tambang pantang surut. Sebab, kebijakan ini sangat penting dan strategis bagi Indonesia. Seiring gejolak yang saat ini sedang mengantui perekonomian dalam negeri, dimana defisit neraca perdagangan luar negeri semakin lebar, nilai tukar rupiah yang semakin melemah terhadap dollar Amerika (USS), dan indikator makro ekonomi yang melemah. Usulan sejumlah pengusaha tambang untuk menunda penghentian ekspor mineral mentah di 2014 tidak boleh diakomodasi.

 

Hal ini pun ditegaskan Mohammad S Hidayat yang menjabat Menteri Perindustrian saat regulasi itu diterapkan. Menurut dia, kebijakan hilirisasi tambang mineral di 2014 pantang mundur. “MHilirisasi harus dijalankan. Ini sudah ada Undang-Undangnya dan harus kita patuhi secara bersama,” tegasnya.

 

Lebih jauh lagi mantan ketua Kadin ini mengutarakan pemerintah tidak akan mengistimewakan perusahaan tambang mana pun terkait pelarangan ekspor barang tambang mineral yang akan berlaku Januari 2014. Pemerintah tetap pada keputusan untuk menjalankan amanat yang dituangkan dalam UU Minerba tersebut.

 

Presiden, ketika itu, juga telah meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) agar menyusun cetak biru (blue print) dan peta jalan (roadmap) industri dan hilirisasi tambang mineral. Atas dasar road map itu, kementerian lain bisa menyusun programnya, tcrmasuk rencana pengembangan produk turunan.

 

Ketika pemerintah berganti, di pertengahan 2014, semua menteri terkait pun berkomitmen tetap mendorong agar semua rencana investasi smelter (pabrik pemurnian barang tambang) bisa segera direalisasikan. Ketegasan itu diharapkan dapat mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mensukseskan program hilirisasi industri tambang, dengan harapan produk sumber daya alam di Indonesia memiliki nilai tambah, yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.