Beranda Batubara Hingga Semester I 2022, Realisasi Batu Bara untuk Kelistrikan Capai 72,94 Juta...

Hingga Semester I 2022, Realisasi Batu Bara untuk Kelistrikan Capai 72,94 Juta Ton

ilustrasi

Jakarta, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyampaikan hingga semester I 2022 realisasi pemenuhan batu bara untuk sekor kelistrikan mencapai 72,94 juta ton. Sementera rencana volume kontrak untuk kelistrikan di tahun 2022 sebesar 144,1 juta ton dengan volume alokasi 122,5 juta ton.

Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa sejak 2015-2021 serapan batu bara mengalami lonjakan signifikan untuk sektor kelistrikan dan non kelistrikan. “Konsumsi listrik batu bara untuk kelistrikan mengalami kenaikan 60%, sementara non kelistrikan mengalami kenaikan 52%,” ungkap Arifin, dikutip Kamis (11/8).

Kendati begitu, Arifin memastikan akan terus menjaga kebutuhan batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). Hal ini bisa digambarkan dengan capaian realisasi pemenuhan batu bara baik untuk kebutuhan kelistrikan maupun non-kelistrikan.

Sementara untuk kebutuhan non-kelistrikan, rencana kebutuhan batu bara dipatok sebesar 69,9 juta ton dengan realisasi pemenuhan sampai bulan Juli 2022 adalah sebesar 30,94 juta ton.

Secara detail, data rencana kebutuhan batu bara dari Kementerian ESDM, kebutuhan batu bara tahun 2022 adalah sebesar 188,9 juta ton. Sementara untuk tahun 2023 sebesar 195,9 juta ton, 2024 tembus di angka 209,9 juta ton, dan 2025 sebesar 197,9 juta ton.

Hingga tahun 2025 itu, sektor listrik atau PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih menjadi yang terbesar sebagai pengguna batu bara dalam negeri. Dengan masing-masing kebutuhan di tahun 2022 sebesar 119 juta ton 2023 sebesar 126 juta ton, 2024 sebesar 140 juta ton, dan 2025 mencapai 128 juta ton.

Untuk menjaga pasokan batu bara di dalam negeri pemerintah telah pengatur kewajiban DMO bagi pemegang PKPIUB dan IUPK batu bara sebagai berikut. Pertama kebijakan tersebut tertuang dalam UU nomor 3/2020 yang mengamanatkan kebijakan nasional pengutamaan mineral atau batu bara untuk kepentingan di dalam negeri.

Kemudian kebijakan kedua tercantum dalam Peraturan pemerintah nomor 79/2014 tentang kebijakan energi nasional yang mengamanatkan prioritas batu bara sebagai sumber energi sebagai jaminan pasokan batu bara untuk dalam negeri.

Selanjutnya di PP nomor 23/2010 tentang pelaksanaan usaha pertambangan mineral dan batu bara yang mengutamakan kebutuhan batu bara dalam negeri ekspor bisa dilakukan setelah kebutuhan di dalam negeri terpenuhi.

Ada pula Peraturan Menteri ESDM yang mengamanatkan pemegang IUP dan IUPK wajib mengutamakan pemenuhan batu bara di dalam negeri. Kemudian, bagi pemegang IUP dan IUPK yang melanggar akan dikenakan sanksi administatrif.

Pada Kepmen 139/2021 yang mewajibkan UIP IUPK dan PKP2B memenuhi DMO 25 persen dari rencana produksi yang disetujui dan ketentuan harga jual batu bara untuk kelistrikan umum 70 dolar per ton dan pengaturan sanksi pelarangan ekspor denda dan pengenaan dana kompensasi.

Sesuai dengan Kepmen 139/2021 dan PP 13/2022 perusahaan tambang wajib memenuhi DMO minimal 25 persen dari produksi untuk kelistrikan umum dan non kelistrikan umum, bagi perusahaan yang tidak memenuhi DMO atau kontrak penjualan di dalam negeri dikenakan ketentuan pertama larangan ekspor batubara sampai kewajiban DMO di dalam negeri terpenuhi. Kecuali bagi yang tidak memiliki kontrak penjualan dengan pengguna batu bara di dalam negeri.

“Kami akan terus mencarikan jalan keluar agar kepatuhan DMO ini bisa terpenuhi,” tegas Arifin.