Jakarta, TAMBANG – Polemik pertambangan nikel di Raja Ampat yang dianggap merusak lingkungan dan ekosistem biota laut berakhir dengan dicabutnya 4 Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Pemerintah Pusat. Keempat perusahaan ini dinilai melakukan pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan hidup.
Keempat perusahaan yang IUP-nya dicabut yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Nurham.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkap, selain terbukti melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan lingkungan, keempat perusahaan tersebut ternyata tidak memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) per tahun 2025 sehingga tidak lagi berproduksi.
“Dari lima IUP yang beroperasi, yang mempunyai RKAB itu hanya satu IUP yang beroperasi yaitu PT Gag Nikel. Yang lainnya di 2025 belum mendapat RKAB,” ucap Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/6).
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) terakhir kali memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada tahun 2024, di mana saat itu perusahaan mengajukan produksi sebesar 1,3 juta metrik ton nikel. Namun, pada tahun ini, perusahaan tidak memiliki RKAB.
Sementara itu, RKAB milik PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) ditolak, sebagaimana juga terjadi pada PT Anugerah Surya Pratama (ASP). Adapun PT Nurham tidak mengajukan RKAB sama sekali pada tahun ini.
Baca juga: MINE Catatkan Overburden Removal (OB) 17,1 Juta bcm Sepanjang 2024
“Tahun 2025 tidak ada satupun dari keempat perusahaan tersebut yang berproduksi karena tidak memiliki RKAB. Hanya perusahaan yang memiliki RKAB yang dapat berproduksi. RKAB sendiri hanya bisa disetujui jika dokumen AMDAL-nya lengkap. Mereka tidak lolos semua persyaratan administratif tersebut,” ungkap Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil membeberkan bahwa keempat konsesi nikel perusahaan tersebut berada di dalam Kawasan Geopark Raja Ampat, sementara PT Nurham hanya sebagian wilayahnya yang masuk ke dalam area tersebut. Fakta inilah yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan masyarakat setempat untuk dijadikan dasar pencabutan IUP.
“Setelah itu, kami rapat dengan pemerintah daerah. Kami juga meminta masukan dari tokoh-tokoh masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi. Mereka meminta agar empat IUP yang masuk dalam Kawasan Geopark dipertimbangkan kembali,” ungkap Bahlil.