Beranda Tambang Today Jadi Cantolan, UU Minerba Justru Jalan Di Tempat

Jadi Cantolan, UU Minerba Justru Jalan Di Tempat

Ketua IMI, Irwandy Arif

Jakarta, TAMBANG – Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), menjadi cantolan bagi dunia pengusahaan tambang di Indonesia. Tapi sayang, beleid yang kini sedang direvisi dan berada di genggaman pihak Legislatif, tak kunjung terbit.

 

Menurut Ketua Umum Indonesia Mining Instutute (IMI), Irwandy Arif, bila revisi UU Minerba dibiarkan berlarut-larut , maka Pemerintah sendiri yang akan menanggung dampaknya.

 

“Kalau UU Minerba tidak dibereskan, maka muncul masalah buat Pemerintah sendiri,” kata Irwandy, Kamis (17/1).

 

Ia memberi contoh, soal Kontrak Karya PT Freeport Indonesia yang diperpanjang, dan beralih jadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Peralihan itu dilakukan tanpa melalui mekanisme lelang.  Padahal, menurut aturan, setiap Kontrak Karya (KK) yang habis masa berlakunya, wajib diserahkan ke negara, menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), lalu dilelang. Negara akan memberi tawaran prioritas pada BUMN.

 

Selain itu, dalam UU Minerba itu pula, terdapat aturan-aturan yang sudah tidak relevan. Misalnya mengenai larangan ekspor ore. Meski secara jelas pengusaha tidak diperbolehkan menjual mineral kadar rendah ke luar negeri, namun praktik di lapangan, Pemerintah justru memberi ruang, membuka keran relaksasi ekspor.

 

“UU Minerba memang harus segera beres, tapi isinya juga harus benar, sesuai perkembangan,” ungkap Irwandy.

 

Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Komisi  VII DPR RI, Ridwan Hasyim mengakui, pihaknya belum melakukan tindak lanjut mengenai pembahasan revisi UU Minerba. Hingga kini, kondisinya mengambang belum ada kepastian kapan tuntas.

 

“(Revisi) UU Minerba jalan di tempat. Tidak hanya itu, UU Migas juga. Yang kita tunggu sebentar lagi UU Energi Terbarukan,” tutur politikus Partai Golkar itu beberapa waktu lalu.

 

Sebelumnya, naskah revisi UU Minerba digulirkan oleh DPR RI sejak bulan Maret tahun 2018. Kemudian sampai ke tangan Presiden pada awal April 2018. Terhitung sejak saat itu, pemerintah diberi waktu dua bulan hingga Juli 2018 untuk menyempurnakan naskah, dan wajib menyerahkan kembali kepada DPR. Hingga saat ini, naskah RUU mandek di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.