Beranda Tambang Today Umum Jaksa Agung Mulai Sidik Dugaan Korupsi FSRU Lampung

Jaksa Agung Mulai Sidik Dugaan Korupsi FSRU Lampung

Jakarta-TAMBANG– Kejaksaan Agung menindaklanjuti penyelidikan dugaan korupsi pada proyek regasitfikasi atau pengolahan gas terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU) Lampung milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Bahkan disinyalir kasus ini sudah meningkat dari penyelidikan menjadi penyidikan. Pihak Kejaksaan pun telah melayangkan surat pemanggilan pada lima orang untuk dimintai keterangan tambahan.

 

Pemanggilan itu berdasarkan surat tertanggal 25 Februari 2016 yang ditujukan kepada Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa “sehubugan dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan FSRU milik PGN”. Selain itu, disampaikan juga rujukannya, yaitu berupa: Surat Perintah Penyidikan dari Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-11/F.2/Fd.1/02/2016 tanggal 23 Februari. Surat panggilan tersebut ditandatangani oleh Dr. Fadil Zumhana.

 

“Dengan ini minta bantuan saudara kepada orang yang namanya tersebut disampaikan surat panggilan ini,” ungkap surat panggilan tersebut.

 

Sebagaimana sudah banyak diberitakan bahwa Kejaksaan Agung menemukan indikasi adanya dugaan korupsi pada proyek FSRU Lampung senilai US$400 juta itu.

 

FSRU Lampung mulanya akan dibangun di Belawan, Medan, Sumatera Utara, pada 2011. Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara ketika itu Dahlan Iskan, mengganti proyek FSRU Belawan dengan revitalisasi kilang Arun yang digarap PT Pertamina. Sehingga PGN pun membangun FSRU ini pada 2012 di Lampung dan selesai pada 2014. Pada September 2014, PGN mulai menjual 40,5 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dari FSRU Lampung ke PLN untuk dimanfaatkan di PLTGU Muara Tawar di Bekasi, Jawa Barat. Akan tetapi kontrak jual-beli gas dengan harga US$18 per MMBtu tersebut tidak dilanjutkan per Januari 2015. Meskipun kerjasama berhenti, PGN harus terus membayar biaya sewa dan operasional meskipun tidak ada pemasukan.

 

Kemudian muncul dugaan penggelembungan biaya dalam proyek tersebut yang menimbulkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai US$100 juta. Salah satunya karena tidak optimalnya FSRU Lampung dalam beroperasi. Padahal, PGN harus tetap membayar sewa ke pihak “Hoegh” sebagai kontraktor sebesar lebih dari US$6 juta per bulan.