Beranda Batubara Jatam Desak Pemerintah Cabut Izin Tambang Pelanggar Aturan

Jatam Desak Pemerintah Cabut Izin Tambang Pelanggar Aturan

Kolam bekas tambang di Kota Samarinda setelah kecelakaan yang memakan korban jiwa. Foto: Jatam Kaltim.

Jakarta-TAMBANG. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mendesak pemerintah mencabut izin usaha tambang yang melanggar aturan pertambangan pada lokasi-lokasi pasca tambang. Pasalnya kelalaian itu merenggut nyawa.

 

Aktivis Jatam, Divisi Riset dan Pendidikan, Mareta Sari menerangkan, sepanjang 2011-2014, sedikitnya ada sembilan anak meninggal akibat tenggelam di lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga. Selain itu, tidak ada rambu-rambu yang mensinyalkan bahwa area tersebut berbahaya. Sehingga tak heran jika anak-anak bermain secara bebas di sekitar lokasi.

 

“Kondisi Samarinda saat ini, ada 71% dari luas kota Samarinda sendiri telah dikuasi 52 usaha pertambangan,” kata Mareta melalui keterangan resmi yang diterima TAMBANG, Rabu (25/3).

 

Dengan banyaknya areal pertambangan, lanjut Mareta, lingkungan di Samarinda kini juga tak sehat. Apalagi, lokasinya tak jauh dari pemukiman penduduk. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara yaitu jarak 500 meter tepi lubang galian dengan pemukiman warga. Sementara, faktanya jarak dari lokasi dengan rumah penduduk hanya berkisar 50 meter.

 

Dijabarkan Mareta, Jatam menyimpulkan, wilayah yang menjadi lokasi eksplorasi tak lagi layak dihuni masyarakat, menyusul banyaknya asap dan warga mengambil air langsung dari bekas air tambang.

 

Menurutnya, hal tersebut tak lepas dari sikap abai pemerintah setempat, lantaran mengizinkan pengusaha membangun usaha pertambangan. Bahkan, standar hidup sehat turut diabaikan.

 

“Masyarakat tidak tahu, air itu mengandung logam berat juga tingkat keasaman tinggi. Sehingga, dia dan keluarganya, juga dengan warga sekitar, tanpa sadar terus mengonsumsi bekas air tambang tersebut,” bebernya.

 

Atas kondisi itu, Mareta menerangkan, sejak 2012 lalu Jatam membuat gerakan Samarinda Menggugat bersama Korban dan Kuasa Hukum kami menyerahkan Kontra Banding ke Pengadilan Negeri Samarinda yang ditujukan kepada Pemerintah Kota Samarinda yang lagi-lagi mengecewakan para korban dan masyarakat.

 

Dalam hal ini, yang menjadi para tergugat adalah Walikota Samarinda, Menteri ESDM, Gubernur Kaltim, DPRD Samarinda hingga Menteri Lingkungan Hidup karena telah terbukti lalai dalam menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat. “Itu ditujukan kepada pemerintah kota. Tapi lagi-lagi, hasil putusan tanggal 16 Juni 2014, mengecewakan pada korban dan masyarakat,” jelasnya.

 

Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Pertambangan Energi dan Migas Kementerian Negara Lingkungan & Kehutanan, Sigit Reliantoro menyatakan bahwa pemerintah telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan pemegang izin pertambangan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan benar. Jika melanggar, sanksi maksimal pencabutan izin siap dijatuhkan.

 

“Mengenai kematian sembilan anak di Samarinda kami telah melakukan sindak lapangan. Hasilnya, akan ada sanksi administrasi kepada 8 perusahaan tambang yang tidak melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik,” ujar Sigit.