Beranda Tambang Today JATAM Tolak Rencana Pembuangan Tailing Smelter Nikel Ke Laut Dalam

JATAM Tolak Rencana Pembuangan Tailing Smelter Nikel Ke Laut Dalam

Karyawan PT Vale Indonesia menunjukkan hasil nikel kadar 78 persen yang siap di ekspor ke Jepang, di pabrik nikel Sorowako, Kamis (26/7)

Jakarta,TAMBANG, Beberapa perusahaan dikhabarkan sedang meminta rekomendasi dari Pemerintah terkait penempatan tailing smelter nikel di laut dalam. Bahkan disebutkan sudah ada beberapa perusahaan yang telah mengantongi izin tersebut baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.  Terkait rencana ini, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyampaikan protes keras atas rencana tersebut.

 

Kedua lembaga ini menilai pembuangan tailing ke laut dalam atau yang disebut Deep Sea Tailing Placement akan menambah kerusakan ruang hidup masyarakat pesisir dan pulau kecil. “Kami mempertanyakan rencana Pemerintah yang mengizinkan pembuangan tailing ke dasar laut. Ini jelas menambah kehancuran dan keberlangsungan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang dan sumber daya perikanan yang dibutuhkan oleh masyarakat pesisir,”terang Melky Nahar, Pengkampanye Jatam.

 

Dalam nada yang hampir sama Farid Ridwanuddin, Pengkampanye KIARA mengatakan pembuangan tailing ke laut dalam akan memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat pesisir. “Setidaknya terdapat lebih dari 7000 keluarga nelayan perikanan tangkap di Morowali yang bakal terdampak dari proyek ini. Dan juga masa depan kehidupan 3.343 keluarga nelayan perikanan tangkap di Pulau Obi juga dipertaruhkan,”tandas Farid.

 

Melihat potensi kerusakan yang ditimbulkan baik terhadap alam dan juga masyarakat pesisir, dua lembaga ini meminta Pemerintah untuk menghentikan proses izin pembuangan limbah smelter nikel ke dasar laut.

 

Memang diakui juga bahwa sejauh ini kedua lembaga ini belum melakukan kajian mendalam terkait dampak dari pembuangan tailing smelter nikel ke laut dalam.

 

Berdasarkan informasi yang disampaikan JATAM bahwa ada 4 perusahaan smelter nikel yang tengah mengajukan permohonan rekomendasi ke Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Kementrian Koordinator Kemaritiman dan Investasi untuk menempatkan tailing ke laut dalam (deep sea tailing Placement). Keempat perusahaan tersebut adalah PT Trimegah Bangun Persada, PT QMB New Energy Material, PT Sulawesi Cahaya Mineral dan PT Huayue  Nickel Kobalt.

 

Dari keempat perusahaan tersebut satu perusahaan  berlokasi di Pulau Obi, Maluku Utara yakni PT Trimegah Bangun Persada. Untuk perusahaan ini, bahkan telah mengantongi izin lokasi perairan dari Gubernur Maluku Utara.

 

Sementara tiga perusahaan lain berlokasi di Morowali, Sulawesi Tengah. Keempat perusahaan ini yang akan membangun smelter untuk mengolah nikel menjadi bahan baku pembuatan baterai lithium untuk mobil listrik.  PT Huayue Nikel Cobalt misalnya akan membangun smelter dengan investasi sebesar USD1,28 miliar.  Pembangunan sudah dimulai pada Januari 2020 sampai Januari 2021.

 

Ada juga PT QMB Bahodopi di Morowali, Sulawesi Tengah, dengan kapasitas input 5 juta ton bijih nikel per tahun. Dari smelter ini diharapkan akan menghasilkan 50.000 ton Ni per tahun dan 4.000 ton kobalt. Nilai investasi USD998,47 juta.

 

Lalu ada PT Sulawesi Cahaya Mineral, yang masuk dalam proyek Strategis Nasional. Perusahaan ini bahkan sudah mendapatkan legitimasi untuk pembuangan tailing bawah laut  dari Ditjen Pengelolaan Laut KKP No. B.225/DJPRL/III/2019 yang keluar pada 1 Maret 2019 perihal Arahan pemanfaatan Ruag Laut.

 

Sesungguhnya pembuangan tailing ke laut dalam bukan yang pertama di Indonesia. Salah satunya sudah dilakukan di tambang Batu Hijau, Sumbawa yang saat ini dikelola PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Meski tambang batu hijau merupakan produk tembaga dan emas bukan nikel.

 

Pemerintah dan perusahaan perlu menyampaikan informasi yang lebih lengkap terkait penempatan tailing di dasar laut.