Beranda Tambang Today JATAM Tuntut Keterbukaan Informasi Pencabutan 48 IUP

JATAM Tuntut Keterbukaan Informasi Pencabutan 48 IUP

Jakarta, TAMBANG – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyoroti Surat Keputusan (SK) yang berisi pencabutan 48 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Utara (Kaltara). Jatam menuntut keterbukaan informasi perihal hasil evaluasi dalam SK bernomor 540/270/ESDM-II/III/2018 dan 540/270/ESDM-II/III/2018.

 

SK tersebut dikeluarkan karena secara administratif, teknis, lingkungan dan finansial terdapat kewajiban-kewajiban pihak perusahaan yang belum dipenuhi hingga saat ini.

 

Sayangnya, hasil evaluasi yang berujung pada pencabutan sejumlah izin tambang tersebut, tidak diikuti dengan pengumuman kepada publik, ihwal jenis dan bentuk pelanggaran yang dilakukan pihak perusahaan.

 

“Padahal membuka jejak-jejak perusahaan menjadi penting, apakah terkait jaminan reklamasi, jaminan pasca tambang, belum membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), atau ada pelanggaran lainnya. Sehingga masyarakat tahu jumlah kerugian yang dialami Negara akibat ulah pihak perusahaan tersebut,” ujar Koordinator Jatam Kaltara, Theodorus GEB melalui siaran persnya, Senin (9/4).

 

Selain itu, SK pencabutan izin tambang tersebut harus diikuti dengan tindakan tegas untuk menagih kewajiban-kewajiban perusahaan yang menunggak untuk segera dipenuhi.  Serta lahan-lahan bekas konsesi perusahaan yang izin usaha pertambangan berakhir dan dicabut, dikembalikan ke masyarakat.

 

“Jangan sampai keluarnya SK pengakhiran IUP ini, menjadi kesempatan masuknya investor atau pengusahan tambang lain dan hal serupa kembali terulang. Sehingga dikhawatirkan konsesi yang izin tambangnya sudah berakhir, kembali dilakukan pelelangan, tentu saja membuka peluang besar perusahaan tambang kembali melakukan eksploitasi,” ungkap Theodorus.

 

Di Kaltara, lanjut Theodorus, banyak perusahaan tambang yang tidak patuh dan taat dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya selama ini. Kondisi ini, mestinya mendorong Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara untuk tidak menerbitkan IUP atau moratorium.

 

Moratorium ini mendesak dilakukan untuk menghentikan laju kerusakan lingkungan, dan perampasan ruang produksi masyarakat yang terjadi selama ini.

 

Asal tahu saja, dari 48 IUP tersebut,  sebanyak 45 IUP diantaranya berakhir sejak bulan Agustus dan Desember 2017. Sedangkan 3 IUP lainnya yaitu PT Dian Bara Genoyang berakhir pada 11 Juni 2018, PT TMS Artha Marth berakhir pada 16 Desember 2029, dan PT Mestika Persada Raya berakhir 19 Desember 2028.