Beranda ENERGI Migas Jika Sistem Tak Diperbaiki, Kuota BBM Subsidi 2015 Akan Jebol

Jika Sistem Tak Diperbaiki, Kuota BBM Subsidi 2015 Akan Jebol

Jakarta-TAMBANG. Tim reformasi tata kelola migas merekomendasikan kepada pemerintah dan distributor bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk mengubah sistem distribusi ke konsumen. Anggota tim reformasi, Djoko Siswanto mengatakan, sistem yang selama ini dipakai menjadi biang keladi mengapa kuota BBM subsidi selalu jebol tiap tahunnya.

 

“Sistem seperti itu juga menjadi celah bagaimana BBM subsidi tidak sampai ke masyarakat secara penuh. Ada penyelewengan yang dilakukan secara masif,” kata Djoko kepada Majalah TAMBANG, Senin, (15/12).

 

Ia menjelaskan, selama ini pemerintah memberikan mandat ke perusahaan yang bertugas melakukan distribusi BBM subsidi. Perusahaan distributor itu lalu menyimpan BBM subsidi yang mereka beli di depot masing-masing. Dari depot itu lalu didistribusikan lagi menggunakan truk tangki ke seluruh SPBU-SPBU di Indonesia. Setiap SPBU mendapatkan fee sebesar Rp 200- Rp 500 bila menjual BBM subsidi.

 

Namun penghitungan BBM subsidi yang dipakai masyarakat bukanlah berasal dari data di SPBU tapi yang keluar dari depot. Nilainya lalu dihitung pada akhir tahun dan dibayarkan oleh pemerintah dengan menggunakan alokasi subsidi BBM di APBN.

 

“Di sinilah celah itu bisa dimanfaatkan. Kadang truk yang keluar dari depot ada dua, tapi yang sampai ke SPBU hanya satu. Kemana sisanya? Mereka jual ke Industri dengan harga lebih tinggi. Mereka untung, industri untung,” cerita Djoko.

 

Ia menyayangkan keputusan pemerintah sebelumnya yang membatalkan penggunaan Radio Frequency Identify (RFID) lantaran alasan tak jelas. Menurutnya RFID bisa menjadi alat bukti utama sekaligus pengendali distribusi BBM subsidi ke masyarakat.

 

Tahun ini BPH Migas telah memilih dua perusahaan, PT AKR Corporindo, Tbk dan PT Pertamina (Persero) sebagai pemenang mandat untuk mendistribusikan BBM subsidi. Masing-masing mereka mendapatkan jatah 45,355,000 KL dan 645,000 KL.

 

Hanya perusahaan yang memiliki modal cukup besarlah yang bisa menjalankan tugas ini karena mereka harus membeli dulu BBM subsidi sesuai kuota yang sudah diberikan lalu di akhir tahun pemerintah memberikan uang penggantian.

 

Menurut Djoko, pemerintah juga harus komitmen dengan membayar hak para distributor tepat waktu. Selama ini pembayaran seringkali tidak sesuai jadwal dan membuat perusahaan merugi. Inilah yang menurutnya jadi salah satu faktor adanya penyelewengan. “Silahkan tanya pada AKR ada berapa tunggakan yang belum dibayar pemerintah. Sistem ini kan sudah bobrok ya harus diperbaiki. Kalau tidak buat apa tim reformasi dibentuk,” tegasnya.