Beranda Mineral Jumlah Smelter Bauksit RI Masih Minim, Ini Respon Kemenperin

Jumlah Smelter Bauksit RI Masih Minim, Ini Respon Kemenperin

Ekspor bauksit
Ilustrasi: Tambang bauksit Amrun, Queensland, milik Rio Tinto. Sumber foto: couriermail.com.au

Jakarta, TAMBANG – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membenarkan jumlah fasilitas peleburan dan pemurnian atau smelter komoditas bauksit yang dimiliki Indonesia masih sedikit. Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Industri Logam Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Taufik Bawazier.

“Misalnya (smelter) yang kosong-kosong itu banyak, mulai dari alumunium kosong. (Harus) dibikin di sini. Bauksit itu jadi alumina terus jadi alumunium. Yang kosong-kosong itu harus dibangun di Indonesia,” ungkap Bawazier saat ditemui di Jakarta, Selasa (1/8).

Menurut Bawazier, pembangunan smelter seharusnya terjadi di semua komoditas terutama yang masuk dalam pohon industri. Apalagi pemerintah saat ini sedang menggenjot nilai tambah dari proses hilirisasi barang tambang.  

“Saya inginnya semua barang-barang yang di pohon industrinya masih kosong itu dibikin di Indonesia dari tambang yang ada di Indonesia,” ucap dia.

Berdasarkan catatan tambang.co.id, sejauh ini baru ada tiga refinery atau fasilitas pemurnian bauksit yang sudah berproduksi di Indonesia yakni PT Indonesia Chemical Alumina milik PT Aneka Tambang, Tbk yang mengolah bauksit menjadi Chemical Grade Alumina.

Kemudian ada PT Well Harvest Winning Alumina Refinery yang sudah membangun dua line dengan kapasitas 2 juta ton Smelter Grade Alumina (SGA) per tahun. Ada juga PT Bintan Alumina Indonesia (BAI).

Dari ketiga perusahaan tersebut, kapasitas input bijih bauksit sebanyak 13,9 juta ton setahun. Sementara kapasitas outputnya sebesar 4,3 juta ton alumina setahun.

Ekspor bijih bauksit sendiri sudah dilarang pemerintah pada 10 Juni kemarin. Pelarangan ekspor raw material atau mineral mentah ini tertuang dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 170 A.

Dalam pasal itu dijelaskan bahwa perusahaan hanya boleh mengekspor produk mineral tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu paling lama 3 tahun sejak UU ini berlaku.