Beranda Tambang Today KADIN Dukung Pemerintah Cabut Ribuan Izin Usaha Tambang dan Lahan ‘Nganggur’

KADIN Dukung Pemerintah Cabut Ribuan Izin Usaha Tambang dan Lahan ‘Nganggur’

JAKARTA, TAMBANG- Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid mendukung langkah pemerintah dalam memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam, termasuk soal pencabutan ribuan izin usaha pertambangan dan lahan yang tidak produktif atau nganggur.

Menurut Arsjad, langkah yang diambil pemerintah dengan mengevaluasi secara menyeluruh izin-izin usaha pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan negara, termasuk mencabut izin itu, jika memang tidak ada kejelasan maka sudah tepat dan berbasis pada asas keadilan.

“KADIN Indonesia mendukung langkah presiden Jokowi yang mencabut izin-izin usaha yang tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai peraturan. Hal tersebut sesuai prinsip keberimbangan. Pemerintah memberikan sanksi atau punishment bagi pelanggar aturan atau prinsip dan memberikan reward yang proporsional bagi perusahaan yang sudah menjalankan kewajibannya dengan baik,” kata Arsjad, dikutip dari keterangan resmi, Jumat (7/1).

Arsjad mengatakan pembenahan dan penertiban izin yang dilakukan pemerintah merupakan ikhtiar jelas dari pemerintah dalam melakukan perbaikan tata kelola pemberian izin pertambangan dan kehutanan serta menciptakan iklim usaha yang sangat baik bagi investor, terutama soal kemudahan izin usaha yang transparan dan akuntabel.

Terkait dengan ribuan izin pertambangan dan kehutanan yang diberikan pemerintah tapi diabaikan begitu saja atau tidak dimanfaatkan secara jelas, Arsjad melihatnya sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan dan menghambat pemerataan dan kemajuan ekonomi nasional.

“Ribuan izin yang sudah bertahun-tahun diberikan tetapi tidak dikerjakan, tidak produktif, tidak punya rencana kerja itu tidak memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Malah itu seperti kata presiden, menyandera pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Padahal sudah jelas amanat konstitusi, kekayaan alam negara itu untuk kemakmuran rakyat,” tegas Arsjad.


Arsjad setuju jika pemerintah memberikan atau mendistribusikan lahan-lahan tersebut kepada investor yang serius untuk berinvestasi atau kelompok-kelompok masyarakat dan organisasi sosial keagamaan yang produktif termasuk kelompok petani, pesantren, masyarakat adat yang bisa bermitra dengan perusahaan yang kredibel dan berpengalaman.

Pemanfaatan lahan-lahan negara baik itu bidang pertambangan atau kehutanan oleh kelompok masyarakat produktif bekerja sama dengan perusahaan yang kredibel dan berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, kata Arsjad, justru akan menghasilkan dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar lahan tersebut.


“Ada efek domino besar yang dihasilkan dari pemanfaatan lahan-lahan tersebut, mulai dari terbukanya lapangan pekerjaan yang secara otomatis mengurangi kemiskinan, membuat masyarakat memperbaiki taraf hidupnya, membantu bertumbuhnya ekosistem perdagangan di sekitar wilayah usaha itu, mulai dari UMKM, usaha properti, jasa dan lainnya,” ungkapnya.


Arsjad meyakini pemerintah akan memberikan kesempatan pemerataan pemanfaatan aset bagi investor yang kredibel, memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik, serta memiliki komitmen untuk ikut mensejahterakan dan memberdayakan rakyat untuk makmur dan naik kelas serta menjaga kelestarian alam.


Seperti diketahui, pemerintah mencabut sebanyak 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja, begitu juga dengan 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektar yang dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan ditelantarkan.

Selain itu, pemerintah juga mencabut Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34,448 hektar. Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 hektar merupakan bagian dari HGU yang terlantar milik 24 badan hukum.