Beranda Batubara Kecewa HBA, Tata Ambil Batu Bara dari Luar Indonesia

Kecewa HBA, Tata Ambil Batu Bara dari Luar Indonesia

New Delhi, India – TAMBANG. KONGLOMERAT India yang juga salah satu importir besar batu bara Indonesia, Tata Power, akan mengurangi ketergantungannya terhadap batu bara Indonesia. Tata Power akan mencari pasokan dari wilayah lain untuk perluasan megaproyek pembangkitnya yang berukuran 4.000 MW, yang juga disebut sebagai Mundra ulta mega power di Gujarat.

 

Tata memiliki saham di Kaltim Prima Coal, raksasa perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia, di Kalimantan Timur. ‘’Kami bisa mengimpor batu bara dari pasar manapun di dunia. Setelah aturan harga batu bara acuran (HBA) berlaku di Indonesia, kami tidak lagi punya keuntungan memiliki tambang di Indonesia,’’ kata Direktur Pelaksana Tata, Anil Sardana, kepada kantor berita Press Trust of India, hari ini.

 

Kata Anil, batu bara untuk perluasan proyek Mundra bisa berasal dari mana pun, dengan harga yang ditentukan pasar. Sedang HBA ditentukan berdasar rata-rata empat indeks internasional batu bara.

 

Perluasan proyek Mundra memang dirancang dengan menggunakan batu bara impor. Kapasitas proyeknya ditambah 1.500 MW dari dua unit pembangkit. Otoritas kelistrikan India, dikenal sebagai Central Electricity Authority, memang mengizinkan penambahan kapasitas pembangkit itu.

 

Kata Anil Sardana, lokasi untuk proyek Mundra memang strategis. ‘’Di sana ada air, ada tempat evakuasi. Pokoknya semua yang kami butuhkan ada. Kami bisa membuat pembangkit dengan biaya murah,’’ kata Anil. ‘’Tidak ada lagi tempat yang lebih murah untuk mendirikan pembangkit dengan batu bara impor, selain di Mundra,’’ lanjutnya.

 

Tata Power sudah lama menggagas megaproyek pembangkit Mundra itu. Untuk melaksanakan proyek itu, Tata harus menanggung banyak hutang. Salah satu cara untuk mengurangi beban hutang itu dilakukan dengan menjual 5% saham yang ia miliki di KPC, Juli lalu. Pembelinya adalah Kelompok Usaha Bakrie, dengan harga US$ 250 juta. Dengan penjualan itu, maka Tata tinggal memiliki 25% saham di KPC.

 

Tata juga menandatangani penjualan 30% kepemilikannya di perusahaan pembangkit listrik yang masih terkait dengan KPC, ke Kelompok Usaha Bakrie. Dalam penjelasannya waktu itu, Tata menyebut bahwa penjualan saham itu diniatkan untuk mengurangi beban utang akibat proyek Mundra.