Beranda Batubara Korsup Minerba Akan Berlanjut Di 19 Provinsi

Korsup Minerba Akan Berlanjut Di 19 Provinsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ilustrasi)

Jakarta-TAMBANG. Sepanjang 2014 kemarin, Direktorat Jenderal Minerba bersama sejumlah instansi pemerintah, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi dan koordinasi di 12 Provinsi di Indonesia. Hasil dari kegiatan itu cukup memberikan penambahan pendapatan Negara yang siginifikan.

 

Direktur Program Pembinaan Minerba, Sujatmiko mengatakan, pada tahun ini pemerintah akan melanjutkan kegiatan supervisi dan koordinasi ke 19 provinsi lainnya. Dari kegiatan itu, ia berharap pemerintah bisa mendapatkan manfaat yang sama seperti yang didapat tahun lalu.

 

“Ada 19 Provinsi lagi yang akan disupervisi selain itu KPK juga meminta kami untuk segera meluncurkan MOMI sebagai bagian dari perbaikan tata kelola,” kata Sujatmiko, Kamis (5/2).

 

Sementara itu, Dian Patria dari tim Litbang KPK yang juga terlibat dalam kegiatan Korsup mengungkapkan, sejak Desember 2014 lalu kegiatan supervisi dan koordinasi di 19 provinsi sudah mulai berjalan. Ia menargetkan pada pertengahan tahun ini sudah selesai semua prosesnya.

 

Pada kegiatan Korsup di 12 provinsi sebelumnya, Pemerintah berhasil mendapatkan tambahan PNBP hingga sebesar Rp 7 triliun. Jumlah itu masih bertambah dari sektor pajak seiring dengan penertiban perusahaan tambang yang belum memiliki NPWP.

 

Untuk Korsup di 19 provinsi selanjutnya, Dian tak terlalu berharap jumlah yang didapat bisa menyamai 12 provinsi sebelumnya. Pasalnya, daerah yang potensi masalahnya besar sudah berada di dalam 12 provinsi yang dilakukan supervisi terlebih dahulu.

 

“Dagingnya itu ada di 12 provinsi kemarin. Masalahnya banyak. Kalau yang ini (19 provinsi) mungkin tidak sebesar itu,” ungkapnya.

 

Selain supervisi dan koordinasi bagi pemilik IUP di daerah, KPK juga mengingatkan pemerintah agar segera menyelesaikan renegosiasi kontrak karya yang semakin berlarut-larut. KPK, kata Dian, menyoroti persoalan kewajiban pembayaran royalty yang tarifnya sudah dinaikkan.

 

Menurutnya, jika dibiarkan Negara bisa mendapatkan kerugian dengan nilai yang cukup besar. “Dari satu perusahaan di Papua saja, potensi kerugian kita bisa mencapai US$ 169 juta per tahun dari tahun 2012 jika menggunakan acuan tarif yang lama,” ungkapnya.