Beranda Tambang Today Umum Kuasa Hukum Bahana; Belum Mau Bayar Utang Ke Pemohon PKPU, Meratus Line...

Kuasa Hukum Bahana; Belum Mau Bayar Utang Ke Pemohon PKPU, Meratus Line Harusnya Pailit

Jakarta,TAMBANG, Konflik antara PT Meratus Line dengan PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line masih akan berlangsung lama. Ini karena sampai sekarang PT Meratus Line belum mau membayar utang ke pemohon PKPU dengan cara menambah persyaratan pembayaran yang tidak ada dalam putusan pengadilan niaga di Surabaya, Rabu (16/11). Dalam keterangan pers yang diterima www.tambang.co.id Gede Pasek Suardika, selaku kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line mengatakan bahwa upaya PT Meratus Line dalam PKPU, yang mangkir untuk melunasi utangnya ke PT Bahana Line dan Bahana Ocean Line sebesar Rp 50 miliar berpeluang jadi pailit.

“Pailit merupakan mekanisme hukum jika putusan pengadilan niaga tidak ditaati. Apalagi permohonan penghentian PKPU sudah diajukan ke Majelis Hakim Pemutus dan tinggal putusan saja,”terang Gede.

Ia juga menjelaskan bahwa apa yang dilakukan Meratus Line selama PKPU Sementara dan PKPU Tetap kepada pemohon PKPU, sangat terlihat kalau perusahaan tersebut sedang mempermainkan putusan Pengadilan Niaga Surabaya. Tentu konsekwensinya sudah jelas, ujungnya pailit. Pailit karena melawan putusan Pengadilan Niaga.

“Bagaimanapun upaya PT Meratus Line mewajahi dirinya seakan perusahaan yang bonafid, taat dan bertanggungjawab tetap saja kelihatan blepotan. Sebab jejak proses PKPU Sementara dan PKPU Tetap terlihat betapa tidak ada kesungguhan untuk memanfaatkan jalan yang disiapkan negara menyelesaikan utang-utangnya,”terang Gede.

Ia pun menjelaskan bahwa setelah Pemohon PKPU mengajukan pengakhiran PKPU baru mereka mengeluarkan proposal perdamaian final, yang lucunya justru pemohon PKPU dibuat kondisi tidak dibayar utangnya.

Dijelaskan juga bahwa utangnya diakui, tetapi membayarnya membuat mekanisme yang sulit yang tidak mungkin terjadi. Disinilah menurut Gede terlihat betapa niat untuk tidak memenuhi kewajiban terlihat jelas. “Dipoles bagaimanapun, jika mengakui utang tapi tidak mau bayar maka publik pahamnya ya ngemplang alias tidak mau bayar,”tandas Gede.

Terkait adanya kreditur perusahaan lain yang dibayar dalam proposal perdamaian, ternyata mayoritas itu perusahaan mereka sendiri yang disebut affiliasi berbaju kreditur. Pemiliknya sama dan bayar utang ke pemilik yang sama.

“Itu bagian nyata dari kecurangan yang sudah diatur dalam UU untuk bisa ditolak proposal perdamaiannya. UU sudah mengantisipasi prilaku curang ini. Hakim tentu sangat memahami hal ini, apalagi dokumen lengkap dari Kemenkumham sudah kita lampirkan. Itu valid kreditur sama pemiliknya dengan debitur dalam PKPU,”lanjut Gede.

Menanggapi pemaparan kuasa hukum PT Meratus Line bahwa selain perkara PKPU sebenarnya masih ada kasus perdata dan pidana. Juga bukan merupakan perkara utang piutang sederhana, Gede menegaskan bahwa perdebatan soal itu bukan untuk dibicarakan saat ini.

“Sudah telat bro, semua cerita itu sudah disampaikan saat di pengadilan niaga lalu dan sudah diuji dalil, alat bukti dan analisa hukumnya oleh majelis hakim dan sudah diputuskan PT Meratus Line dalam PKPU dan utang piutang itu masuk syarat sederhana. Sudah jadi putusan kok masih saja diulang ulang kaset lamanya tersebut. Intinya punya utang ya bayar. Simple saja.” ujar Gede

Syaiful Ma’arif selaku Kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line juga mengatakan akan jadi preseden buruk ketika pengadilan niaga yang dibuat negara dalam hal ini pemerintah dan DPR lewat undang-undang untuk menyederhanakan proses penyelesaian utang piutang, kemudian harus digantungkan penyelesaiannya di putusan perdata yang tidak jelas kapan berakhirnya.

Ini sama dengan mengingkari tujuan adanya pengadilan niaga yang harus dijaga marwahnya bersama-sama. Jika PKPU Sementara lalu PKPU tetap ternyata pemohon PKPU tidak mendapatkan haknya, maka UU sudah mengatur ujungnya adalah mekanisme pailit. Baik pailit karena memang bangkrut maupun karena melawan putusan pengadilan niaga.

Soal pengakuan Meratus telah rutin laporan keuangan, ternyata ada bukti bahwa pengurus tidak dilibatkan sama sekali dalam pengelolaan dan pengeluaran uang perusahaan.

“Buktinya sangat banyak pengurus tidak dilibatkan. Misalnya, penunjukan auditor dan pembayarannya. Itu bukti tidak kooperatif dan tidak taat mereka. Dari semua proses selama ini, sudah sempurna sebenarnya untuk dipailitkan. Apalagi hak pengurus saja saat sidang lalu kita dengar juga diingkari. Lalu apanya kalau mereka memang sudah beritikad baik?,”pungkasnya.