Jakarta, TAMBANG – Lucky Goldstar Corporation (LG), melalui anak usahanya LG Energy Solution (LGES), resmi menarik diri dari proyek investasi pengembangan baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia. LGES menyebut kondisi pasar dan iklim investasi sebagai faktor utama di balik keputusan tersebut.
“Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi pasar dan iklim investasi, kami sepakat untuk secara resmi mengundurkan diri dari proyek Indonesia GP (Grand Package),” ujar LGES dalam pernyataannya, dikutip dari Reuters, Selasa (22/4).
Perusahaan multinasional asal Korea Selatan itu sedianya bakal menanamkan modalnya sekitar Rp.130 triliun untuk pengembangan baterai kendaraan listrik sebelum akhirnya resmi mengundurkan diri pada Senin, 21 April 2025.
Meski menarik diri dari proyek besar pengembangan baterai kendaraan listrik (EV), LG Energy Solution (LGES) menegaskan tetap berkomitmen menjajaki peluang kerja sama lain dengan pemerintah Indonesia, khususnya melalui usaha patungan baterai, HLI Green Power.
HLI Green Power merupakan perusahaan patungan antara LGES dan Hyundai Motor Group. Pada Rabu, 3 Juli 2024, perusahaan ini meresmikan pabrik produksi sel baterai pertama di Indonesia. Pada paruh pertama 2024, pabrik tersebut ditargetkan memiliki kapasitas produksi tahunan mencapai 10 gigawatt hour (GWh), cukup untuk menyuplai sekitar 150.000 unit kendaraan listrik.
Halalbihalal Akbar Asosiasi Pertambangan 2025: Momen Konsolidasi Hadapi Tantangan Industri
Sementara itu, proyek yang batal dijalankan oleh LGES adalah kolaborasi dengan Indonesia Battery Corporation (IBC), perusahaan patungan milik MIND ID, PLN, Pertamina, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM).
Sebelumnya, Direktur Utama ANTAM, Nicolas Kanter, mengakui bahwa proyek yang disebut sebagai “Proyek Titan” ini menghadapi sejumlah tantangan, terutama karena proses negosiasinya sudah berlangsung cukup lama.
“Memang ide tadinya kita untuk mencapai pasar yang berbeda, yang CBL atau CATL, targetnya bukan untuk FTA (free trade agreement), tapi buat LG kita semua tahu sudah punya FTA dengan Amerika jadi targetnya adalah untuk pasar yang berbeda,” ucap Nicolas usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Tantangan lainnya terkait kepentingan masing-masing perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium LG yang satu sama lain berbeda.
“Karena konsorsium ini lumayan complicated di dalam Joint Venture masing-masing. Ada beberapa anggotanya tetap dari LG Konsorsium, tapi mereka tetap independent company sehingga untuk menyatukan semuanya untuk berkomitmen yang sama, itu challenging,” imbuhnya.