Beranda Tambang Today Umum MCCCRH Indonesia Node: Dampak Perubahan Iklim Belum Jadi Perhatian Politisi Jelang Pemilu...

MCCCRH Indonesia Node: Dampak Perubahan Iklim Belum Jadi Perhatian Politisi Jelang Pemilu 2024

Dampak perubahan iklim
Acara diskusi publik & peluncuran buku “Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024”. Ika Idris, Chair Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node - Surya Tjandra, Juru Bicara Pasangan AMIN - Evy Rachmawati, Editor Harian Kompas - Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra (dari kiri ke kanan). Dok: Istimewa.

Jakarta, TAMBANG – Pusat penelitian Monash Climate Change Communication Research Hub/(MCCCRH) menilai dampak perubahan iklim belum menjadi perhatian para politisi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hal tersebut bisa dilihat dari peluncuran buku bertajuk “Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024: Panduan Komunikasi untuk Para Politisi” yang digelar di Jakarta, Kamis (19/10).

Buku hasilriset sejak tahun 2019 ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman politisi sekaligus mendorong agenda perubahan iklim di Pemilu 2024.

“Ada banyak perjanjian internasional yang mempengaruhi komitmen kebijakan pemerintah dan politisi terkait perubahan iklim. Politisi harus punya pemahaman yang cukup tentang isu ini,” ucap Associate Professor MPPM Chair MCCCRH Indonesia Node Monash University, Indonesia, Ika Idris.

Ika yang juga menjadi penulis dalam buku ini menyebut tujuan riset adalah untuk mengetahui lebih dalam agenda para politisi terkait dampak perubahan iklim menjelang pemilu serentak di tahun depan. Katanya, kebanyakan politisi Indonesia saat ini tidak terlalu mengarusutamakan isu perubahan iklim dalam agenda politiknya baik di tataran legislatif maupun eksekutif.

“Tujuan riset ini sebenarnya adalah mengidentifikasi agenda-agenda politisi berkaitan dengan perubahan iklim. Sehingga kitab isa lihat apa peluang dan tantangannya Ketika kita ajak politisi berbicara perubahan iklim,” ucap dia.

Padahal, imbuh dia, sejumlah negara sudah memasukkan isu perubahan iklim ini ke dalam proses pemilihan umum seperti dilakukan Australia dan Brazil.

“Di Australia dan di brazil, the last election itu adalah climate election. Bagaimana kita melakukanya di indonesia? Ratusan organisasi sudah menyasar voters tapi yang mendampingi politisi sejauh ini Cuma konsultan komunikasi,” bebernya.

Juru Bicara Pasangan Capres-Cawapres Anies Baswedan dan Cak Imin (AMIN), Surya Tjandra menilai mayoritas masyarakat tidak tahu tentang isu perubahan iklim.

“Tapi tugas kita sebagai politisi untuk memulai dan mengedukasi masyarakat bahwa ini penting. Kuncinya adalah kolaborasi dan penting mengkombinasikannya dengan aksi nyata,” ujar dia.

Sementara Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, pengusung Capres Prabowo Subianto Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menilai bahwa proses mengedukasi konstituen dengan isu perubahan iklim sangat menantang. “Berangkat dari pengalaman, yang mereka tangkap itu ya isu sandang, pangan, papan, ” kata Rahayu. .

Keponakan Prabowo ini kemudian menyampaikan bahwa masalah perubahan iklim sedianya menjadi prioritas multipihak. Karena itu dibutuhkan kerja sama yang solid.

“Jangan menjadikan isu krisis iklim untuk melihat ide yang paling baik. Kalau ide bagus harus sama-sama sukseskan. Isu krisis iklim milik kita Bersama,” bebernya.

Isu perubahan iklim penting menjadi salah satu agenda kampanye di Pemilu 2024 karena dampaknya kian mencekam. Menurut Grace Wangge, Pakar Kesehatan Publik Monash University menilai, banyak dari kaum muda yang mengalami gangguan kecemasan dan kesedihan akibat bencana terkait perubahan iklim.

“Sumber stres akibat dari krisis pangan, kehilangan mata pencaharian, ataupun kerusakan dan kehancuran lingkungan yang disebabkan oleh perubahan iklim,” ucap Grace.

Merujuk data Air Quality Life Index (AQLI), pada tahun 2022 beberapa daerah di Indonesia khususnya Jabodetabek diproyeksi mengalami penurunan angka harapan hidup rata-rata selama 2,4 tahun karena polusi udara.

Jawa Barat adalah provinsi paling tercemar di Indonesia, dimana polusi udara memperpendek angka harapan hidup 48 juta penduduk hingga 1,6 tahun. Polusi ini berasal dari asap dari kebakaran hutan, ditambah emisi karbon yang bersumber dari gas buang kendaraan bermotor, pembangkit listrik dan mesin pada industri, dan sebagainya.