Beranda CSR Mendulang Rejeki Dari Batok Kelapa, Cerita Binaan Pertamina Di Timur Indonesia

Mendulang Rejeki Dari Batok Kelapa, Cerita Binaan Pertamina Di Timur Indonesia

Jayapura, TAMBANG – Sosoknya sama seperti Mama Papua lainnya. Adalah Yane Maria Nari, perempuan paruh baya asal Jayapura yang menekuni kerajinan daur ulang sampah sejak 20 tahun lalu. Dulu, ia menggeluti kerajinan limbah plastik dan kertas. Tapi kini, ia berhasil menyulap rongsokan batok kelapa menjadi karya yang bernilai hingga jutaan rupiah.

Di tangan Mama Yane, tempurung kelapa mampu diubah menjadi berbagai produk, mulai dari alat makan dan minum yang bernilai Rp 200 ribu sampai Rp 350 ribu per set, hingga lampu hias yang bisa dijual seharga Rp 1 juta sampai Rp 2 juta.

“Pembuatan lampu hias butuh waktu sekitar 2 hari per lampu,” kata Mama Yane, Jumat (18/9).

Menurutnya, kerajinan dari batok kelapa ini tidak membutuhkan modal yang besar, pembuatannya juga relatif mudah dan ramah lingkungan.

Bahan baku batok kelapa didapat dari sisa penjual kelapa di Koya, salah satu daerah sentra pertanian dan perkebunan di Kota Jayapura. Mama Yane membelinya dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per buah.

Bahan baku limbah ini sebenarnya bisa saja diambil secara gratis, tapi supaya penjual kelapa menjaga kualitas dan bentuk tempurung kelapa, maka Mama Yane memutuskan untuk memberi biaya pengganti.

Kisah Mama Yane terjun menggeluti limbah batok kelapa bermula dari program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region VIII. Kala itu, dari hasil pemetaan sosial di sekitar wilayah operasi Fuel Terminal Jayapura, Pertamina menemukan Mama Yane, sosok warga asli Papua inspiratif yang sudah lama menggeluti kerajinan daur ulang sampah. Mama Yane kemudian dilatih oleh Pertamina menjadi pengrajin limbah tempurung kelapa sejak tahun 2019 .

Menurut Unit Manager Communication, Relations and CSR MOR VIII, Edi Mangun mengatakan, keahlian Mama Yane sebagai pengrajin sudah dibangun sejak belia, mengingat kuatnya tradisi pembuatan noken di kalangan Mama-Mama Papua. Noken adalah tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. 

“Dengan basis kreativitas dalam budaya kerajinan noken di Papua yang telah mendarah daging, kami ingin mengembangkannya sehingga mempunyai nilai jual,” ungkap Edi.

Kursus Singkat Di Yogyakarta

Mama Yane memperoleh ilmu menyulap limbah tempurung kelapa dari hasil studi banding di Yogyakarta. Agenda ini diinisiasi oleh Pertamina agar Mama Yane bisa belajar mengembangkan aspek kerajinan sekaligus kewirausahaan.

“Kami kagum dengan potensi sekaligus konsistensi Mama Yane sehingga kami kirim ke Yogyakarta untuk ‘magang’ dan belajar dengan pengrajin tempurung kelapa di sana,” papar Edi.

Pulang dari Yogyakarta, Pertamina membantu Mama Yane membentuk kelompok yang diberi nama Kobek Millenial Papua. Pertamina juga membuatkan rumah produksi yang dilengkapi dengan 5 unit mesin alat kerajinan tempurung kelapa.

Nama kelompok Kobek Millenial Papua digagas oleh Mama Yane sendiri.  “Kobek itu artinya kelapa dalam bahasa Biak. Millenial Papua berarti di era milenial saat ini kita harus lebih semangat dalam hal apapun,” kata Mama Yane.

Rumah produksi tersebut berada di Dok 8 Kota Jayapura. Saat ini, anggota Kobek Milenial Papua terdiri dari kerbat dan tetangga sekitar rumah Mama Yane.

Dari Media Sosial Sampai Pagelaran Nasional

Sehari-hari, pemasaran kerajinan tempurung kelapa ini dilakukan melalui akun media sosial facebook Kobek Millenial Papua. Selain itu, Mama Yane juga menjajakan hasil kerajinannya di pinggir jalan raya perempatan Kelurahan Imbi, Kota Jayapura.

Tak perlu menunggu lama, hasil kerja keras Mama Yane akhirnya mendapat apresiasi dan berbuah manis. Saat ini, kelompok Kobek Milenial Papua telah mengantongi pemesanan cinderamata untuk kebutuhan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX yang rencananya digelar tahun 2021 di Papua.

“Pelan-pelan pesanan ini akan kami kerjakan, agar para tamu bisa membawa cinderamata hasil karya anak asli Papua,” kata Mama Yane.

Pendampingan Pertamina yang berjalan sekitar dua tahun itu, perlahan-lahan semakin menunjukkan hasil. Selain menjalankan tugas pokoknya mendistribusikan energi hingga ke pelosok negeri, Pertamina berhasil menunjukkan kontribusinya dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di sekitar daerah operasi, khususnya di wilayah timur Indonesia,.