Beranda Sosok Mengelola Hambatan Menjadi Peluang

Mengelola Hambatan Menjadi Peluang

Neneng Goenadi

Country Managing Director Accenture Indonesia

Ia mulai berkarir di Accenture dari level analis. Setelah 23 tahun bekerja, ia kemudian didapuk menjadi orang nomor satu di Accenture Indonesia. Neneng Goenadi, demikian namanya, adalah perempuan pertama yang menjadi pucuk pimpinan di Accenture Indonesia.

Kombinasi akal dan perasaan menjadi kekuatan perempuan yang menjadi pemimpin sebuah perusahaan. Hal itu cukup dipahami oleh Neneng yang berpengalaman di seluk beluk industri migas, pertambangan dan energi. Lebih dari lima tahun Neneng mengepalai bagian sumber daya alam, salah satu bidang yang ditangani Accenture. Baginya, dalam situasi apapun, yang terpenting adalah bagaimana melihat peluang yang bisa dimanfaatkan dari situasi tersebut.

Berikut wawancara Neneng Goenadi, dengan majalah TAMBANG di kantor Accenture Indonesia, di kawasan elit Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, pertengahan Juni lalu.

Bisa diceritakan tentang bisnis Accenture Indonesia?

Accenture adalah perusahaan yang bergerak di bidang konsultansi, mulai dari strategi, teknologi, sampai operasional. Misalnya, apa strategi yang harus dilakukan perusahaan, bagaimana model operasinya, bagaimana infrastruktur, hingga teknologi yang dipakai.

Kami membantu memudahkan perusahaan dalam membuat keputusan, dengan analisis dari sistem yang mereka punya. Kami juga membantu klien melakukan sebagian dari proses bisnis mereka.

Contohnya untuk perusahaan pertambangan, dalam situasi seperti sekarang ini, apa peluang yang bisa dilakukan perusahaan. Dari situ kemudian kami membantu membuat strateginya, atau mengubah model operasi perusahaan. Pun demikian, jika perusahaan mengeluh soal efektivitas dan efisiensi, maka kami pun bisa membantu mengembangkan sebuah proses kerja yang efisien dan efektif. Jadi, kami tidak hanya menjalankan konsultasi, tetapi juga menjalankan semuanya.

Kami benar-benar membantu perusahaan menjalankan bisnis dari hulu ke hilir. Termasuk di dalamnya menganalisis mata rantai dan finansial hingga soal sumber daya manusia. Kami menganalisis, apakah seorang karyawan sudah mencapai standar yang ditetapkan perusahaan (quality performance index/QPI) atau belum. Termasuk di dalamnya bagaimana menerapkan metode operasional yang baik. Intinya, kami melihat prosesnya dari awal hingga akhir, dan bersama klien mengubah proses tersebut sehingga lebih efektif.

Sejak kapan Accenture masuk ke sektor pertambangan, migas, dan energi?

[tds_partial_locker tds_locker_id=”35119″]

Sejak awal, sudah lama. Kami di Accenture membagi industri dalam lima bagian. Ada kesehatan dan pelayanan publik, keuangan, produk industri, lalu komunikasi, media, dan teknologi, ada juga sumber daya. Nah minyak dan gas, pertambangan, kimia, utilitas, sumber daya alam, masuk di sektor sumber daya.

Kami juga punya ‘high performance institute’ yang selalu mengeluarkan hasil riset dan penelitian di segala bidang setiap tahun. Misalnya di forum ekonomi dunia di Davos, kami mengeluarkan hasil riset, baik di bidang finansial, komunikasi media, dan sektor sumber daya alam. Kami buat ringkasan-ringkasan penting di sektor minyak dan gas bumi.

Anda termasuk perempuan pertama yang yang menjadi country managing director di Indonesia?

Iya, betul. Kalau di Asean, saya yang kedua. Sekarang sudah ada tiga perempuan yang menjadi country managing director di Asean. Ada kebanggaan tersendiri, sebab biasanya perusahaan konsultan didominasi pria. Ternyata perempuan pun mampu.

Sudah berapa lama di perusahaan ini?

Kalau di sini sudah 23 tahun. Saya selalu bilang, twenty plus-plus. Saya memulai dari level analis. Masuk setelah lulus MBA. S1 saya adalah teknik sipil, kemudian langsung mengambil MBA jurusan keuangan. Saya masuk ketika Accenture masih bernama Arthur Andersen Consulting. Pada bulan Januari 2001, secara global, memisahkan diri dari Arthur Andersen, dan berubah menjadi Accenture.

(Accenture sendiri sejarahnya dimulai dari SGV Utomo pada 1968, kemudian bergabung dengan Arthur Andersen Consulting pada 1988).

Apa kira-kira bedanya, perusahaan yang dipimpin laki-laki dan perempuan?

Kalau menurut saya, kalau laki-laki selalu menggunakan otak saja. Tapi perempuan mengombinasikan ini dan ini (sambil menunjuk kepala dan dada, maksudnya akal dan perasaan, red). Jadi, pasti ada sentuhan yang berbeda. Jadi mungkin pendekatannya lain, sebab cara melihatnya kadang-kadang berbeda. Karena mengombinasikan akal dan perasaan.

Berapa banyak karyawan perempuan?

Lumayan banyak. Sekitar 40% karyawannya perempuan, sekitar 300 lebih. Berdasarkan riset yang kami buat, perusahaan kalau memiliki karyawan dengan jumlah laki-laki dan perempuan cukup berimbang, maka perusahaan akan lebih berkembang. Karena dengan jumlah yang berimbang, akan saling mengisi. Kalau laki-laki semua, atau mayoritas, kesannya terlalu kaku. Dengan adanya perempuan, akan ada penyeimbang.

Adakah saran untuk perempuan agar tetap termotivasi untuk bekerja dan meningkatkan kemampuan mereka?

Kalau dilihat berdasarkan riset, perempuan itu lebih banyak pertimbangan, alias ewuh pakewuh. Tidak berani mempromosikan dirinya, karena khawatir menjadi bahan omongan, dan lain sebagainya. Ini juga bisa menjadi sisi negatif, karena memang perempuan banyak mengandalkan perasaan. Padahal hal seperti itu harus dihindari. Karena kami sama kok dengan laki-laki. Mengapa harus malu? Kalau memang sudah waktunya, kami bisa ajukan diri.

Perempuan juga harus mau dan terbuka dan meningkatkan dirinya dengan mengikuti berbagai pendidikan atau pelatihan. Banyak belajar, banyak baca dan siap menerima apapun tantangan yang diberikan.

=====================================================================================

Wawancara selengkapnya sudah pernah dimuat dalam Rubrik CEO di Majalah TAMBANG Edisi Juli 2014.