Jakarta, TAMBANG – Di tengah situasi geopolitik dan ekonomi global yang tidak menentu, emas menjadi salah satu komoditi yang paling diburu. Permintaan yang meningkat namun tidak diimbangi dengan pasokan yang membuat stok di pasar menipis. Di sinilah hukum pasar berlaku, harga emas terus dalam trend menguat.
“Harga emas yang menguat dalam beberapa waktu terakhir ini ditopang oleh berbagai faktor salah satunya aspek supply dan demand. Jika dilihat dalam beberapa tahun terakhir, antara permintaan dan pasokan tidak seimbang sehingga harga pun menguat,” terang Edi Permadi, Tenaga Profesional (Taprof) Bidang Sumber Kekayaan Alam (SKA), Lemhanas di Jakarta pada Kamis (15/5).
Menurut Edi, Indonesia beruntung karena memiliki cadangan dan sumber daya emas yang cukup besar. Negara ini ada di urutan ke-6 sebagai negara dengan cadangan emas terbesar di dunia. Sementara selama ini pasokan emas ke pasar berasal dari tambang, daur ulang dan produsen yang gunakan mekanisme lindung nilai yang dalam suatu waktu menjual emasnya. Sementara konsumsi emas dunia saat ini dan ke depan didominasi oleh segmen perhiasan, teknologi, investasi dan perbankan sebagai cadangan devisa.
Edi yang juga adalah Direktur Utama PT J Resources Asia Pasifik,Tbk, (PSAB) perusahaan tambang emas nasional melihat kenaikan harga emas yang terjadi saat ini selain karena permintaan yang meningkat. Tetapi lebih utama lagi adalah karena faktor geopolotik global yang ditandai konflik di beberapa wilayah.
Hal ini ditegaskan dalam Gold Return Attribution Model (GRAM) yang menyebutkan risiko geopolitik memberi kontribusi 5,15% dari kenaikan harga emas tahun ini. GRAM sendiri merupakan model yang dikembangkan oleh World Gold Council untuk memahami faktor-faktor yang mendorong return-nya harga emas.
“Kita bisa lihat ketika konflik antara Rusia dengan Ukraina, kemudian Israel dengan Hamas pada Oktober 2023, Israel dengan Hezbullah pada Juli 2024. Ketika eskalasi konfliknya meningkat, harga emas ikut menguat signifikant. Kemudian baru-baru ini saat ada kebijakan resiprokal Trump dan terbaru konflik Pakistan dengan India juga membuat harga emas menguat” terang Edi.
Edi melihat harga emas ke depan masih akan dalam trend yang menguat. Ia bahkan mengutip analisis JP Morgan yang melihat harga emas tahun depan bisa menciptakan rekor baru menuju USD4000 per ons.
“Apalagi Pemerintah Amerika Serikat baru baru ini memutuskan untuk menempatkan emas sebagai Aset Tier I. Ini akan membuat permintaan emas khusus dari perbankan akan meningkat,” tandasnya.
Sementara untuk Indonesia satu langkah positif yang semakin membuat emas makin kuat adalah kebijakan Bullion Bank dari Pemerintah. Kemudian juga produksi emas nasional yang akan meningkat signifikan yang bersumber dari dua smelter milik PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Internasional,Tbk (AMMAN).
“Kondisi ini dapat dimanfaatkan pelaku usaha maupun pemerintah untuk meraih keuntungan atau meningkatkan pendapatan negara,” tandas Edi.
Namun Ia mengingatkan bahwa kondisi pasar yang positif ini juga harus membuat perusahaan lebih memperhatikan aspek ESG dan juga eksplorasi. “Dengan harga seperti sekarang ini, perusahaan harus lebih besar lagi menaruh perhatian pada aspek ESG, kegiatan pemberdayaan masyarakat ditingkatkan dan pastinya tata kelola lingkungan juga lebih ditingkatkan lagi. Bukan berarti ketika harga turun aspek-aspek tersebut kurang mendapat perhatian. Aspek ESG dewasa ini sangat penting untuk mewujudkan pertambangan berkelanjutan,” tandas Edi.
Selain ESG, Edi juga mengingatkan perusahaan tambang untuk tidak mengabaikan kegiatan eksplorasi. “Kita tidak akan bisa berbicara tambang tanpa eksplorasi. Kegiatan eksplorasi adalah nadi yang menentukan berapa lama kegiatan usaha pertambangan. Di saat seperti ini, perusahaan harus mengalokasikan lebih besar lagi dananya untuk eksplorasi,” ungkap Edi.
Eksplorasi ini penting untuk menambah sumber daya dan meningkatkan status dari sumber daya menjadi cadangan. “Jangan sampai karena harga bagus, perusahaan hanya fokus pada produksi dan mengabaikan eksplorasi. Eksplorasi itu penting dalam menentukan umur tambang,”ujarnya lagi.
Edi kemudian menjelaskan bahwa PT J Resources Asia Pasifik,Tbk (PSAB) tahun 2023 berhasil memproduksi emas sebesar 94 koz dan kemudian meningkat menjadi 101 koz pada 2024. Saat ini perusahaan mengelola dua tambang yang sedang berproduksi yakni PT J Resources Bolaang Mongondow (PT JRBM) dan satu lagi tambang emas di Penjom, Malaysia. Sementara satu aset sedang dalam masa kontruksi yakni tambang Doup yang dikelola PT Arafura Surya Alam (PT ASA).
PSAB menurut Edi akan terus meningkat kapasitas produksi emas dengan mengoptimalkan aset yang ada diantaranya tambang Doup yang sedang dalam fase kontruksi. Selain sisi produksi, Edi juga menegaskan komitmen perusahaan untuk memenuhi semua aturan termasuk dari aspek ESG dan lingkungan. “Salah satu bukti komitmen kami pada aspek ESG dan lingkungan diman kami baru baru ini mendapat Proper Hijau dari KLHK,” tutup Edi.