Beranda Mineral Pemerintah Perlu Kawal Pengembangan Industri Baja Lokal

Pemerintah Perlu Kawal Pengembangan Industri Baja Lokal

Jakarta – TAMBANG. Mengingat industri baja memiliki arti strategis bagi sebuah negara, maka Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meminta pemerintah bisa ikut berperan dalam pengembangan baja unggul laterit. Karena, peta jalan pengembangan jenis baja baru yang memanfaatkan sumber daya domestik itu  bukan hanya sebatas pengembangan teknologi, tapi juga pengembangan komersial.

 

“Ada uji produksi untuk 100 ton, kedua uji coba 100 ribu ton, barukemudian untuk skala komersil. Untuk itu kita minta dukungan kepada pemerintah baik dari pemenuhan anggaran untuk pengembangan, maupun regulasi supaya bisa digunakan di pasaran,” ujar Iskandar Zulkarnain, Kepala LIPI, dalam acara diskusi publik yang digelar di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu (17/12).

 

Baja laterit yang diperkenalkan oleh LIPI tersebut memanfaatkan bijih nikel laterit yang banyak terkandung di Indonesia. Ini merupakan alternatif baja yang saat ini diproduksi Krakatau Steel, dengan bahan baku yang harus diimpor dari Brazil.

 

Secara kualitas, bijih nikel laterit bila dilebur menjadi baja akan menghasilkan baja dengan kandungan nikel antara 2-3%. Karenanya baja laterit disebut memiliki kualitas unggul, yang berkekuatan tinggi, tahan karat, serta lebih mudah dilas degan kandungan nikel di dalamnya. Baja jenis ini diklaim cocok untuk pembangunan berbagai infrastruktur di nusantara.

 

“Kita butuh support dari pengguna, dan juga komitmen badan usaha milik pemerintah,” tegas Iskandar.

 

Disebutkan bahwa setidaknya ada beberapa peran yang semestinya dapat dimainkan pemerintah dalam mengembangkan baja unggul laterit tersebut sebelum bisa dilepas untuk bersaing secara bebas. Kesungguhan pemerintah dalam menumbuhkan kemandirian industri baja nasional dapat diawali dengan menjadi sponsor kegiatan-kegiatan peneltian, pengembangan dan inkubasi baja laterit.

 

Langkah berikutnya adalah kesungguhan pemerintah dalam membuat regulasi yang berpihak pada produk yang memanfaatkan sumberdaya dalam negeri. Untuk baja masalahnya tidak terlalu sulit, karena konsumen baja terbesar adalah proyek infrastruktur pemerintah yang dibiayai APBN. Sementara pelaksana dari kegiatan-kegiatan konstruksi, operasi-produksi, maupun pendanaan tak lain adalah Badan Usaha Milik Negara. Masalahnya tinggal kemauan pemerintah untuk menumbuhkan sinergi antara berbagai kepentingan yang dengan pengembangan baja laterit ini.

 

Sayangnya, dalam diskusi terbuka yang digelar LIPI tersebut, tidak tampak pihak pemerintah dari Kementerian Perindustrian atau Kementerian BUMN. Padahal dari unsur pelaku bisnis terkait hadir PT Krakatau Steel Persero), PT Smelting, dan PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO).