Beranda ENERGI Migas Pengamat: Perlu Kajian Mendalam Atas Kebijakan Distribusi Tertutup Elpiji 3 Kg

Pengamat: Perlu Kajian Mendalam Atas Kebijakan Distribusi Tertutup Elpiji 3 Kg

Jakarta-TAMBANG. Pemerintah beberapa waktu lalu menyatakan akan menerapkan kebijakan distribusi terturup pada elpiji 3 kg. Namun sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan ini hanya bagus diatas kertas namun belum tentu saat implementasi. Hal ini diantaranya disampaikan Pengamat energi Sofyano Zakaria. Oleh karenanya perlu ada kajian mendalam sebelum diterapkan.

 

“Sebenarnya Distribusi Tertutup itu  masih tataran teori yang implementasinya belum jelas. Di negeri ini belum pernah ada kebijakan Pemerintah tentang Distribusi. Distribusi Tertutup hanya cantik di atas kertas tapi pasti sulit mewujudkannya,”terang Sofyano.

 

Hal ini berangkat dari pengalaman selama ini, penerapan distribusi tertutup sudah ditetapkan namun tidak jelas dalam implementasinya. “Beberapa wilayah kabupaten sempat dicoba distribusi tertutup namun implementasinya tidak jelas. Yang pasti rencana distribusi tertutupnya tidak dilanjutkan oleh Kementrian ESDM”kata Sofyano lagi.

 

Dan kini Pemerintah hendak menerapkan kembali kebijakan ini karena menilai subsidi untuk elpiji 3 kg sudah meningkat luar biasa. Bahkan nilai subsidi elpiji 3kg disejajarkan dengan subsidi BBM kendaraan yang besarnya ratusan triliun rupiah. Hal ini tentu tidak pada tempatnya, bagaimana membandingkan subsidi  untuk Rumah Tangga  dengan subsidi Kendaraan. Harusnya membandingkan subsidi elpiji dengan subsidi minyak tanah, bisa dibayangkan kalau saat ini tidak ada konversi, berapa besar subsidi minyak tanah yang harus ditanggung Pemerintah.

 

Selain itu, peningkatan angka subsidi dinilai wajar seiring pertumbuhan jumlah pemakaian sebagai bentuk keberhasilan program konversi. Belum lagi jumlah konsumen dalam hal ini Kepala Keluarga yang mengkonsumsi elpiji 3 kg yang meningkat. Dan tentu saja adanya pembiaran pengguna elpiji 3kg  yang tidak tepat sasar.

 

Menurut Sofyano yang bisa dilakukan Pemerintah saat ini adalah penyesuaian harga jual masyarakat yang sudah 8 tahun tidak pernah dinaikkan sementara biaya2 lain meningkat.  Menurutnya saat awal konversi nilai subsidi mungkin hanya sekitar 30% dari harga patokannya, namun kini apalagi dua tahun terakhir , nilai subsidi jauh lebih besar prosentasenya dan jauh lebih besar daripada harga tebus masyarakat.
Sementara itu, penerapan distribusi tertutup yang merata diseluruh Indonesia tentunya embutuhkan biaya dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang mahal. Selain itu  keijakan ini juga harus diterapkan pada minyak tanah subsidi  untuk wilayah  yang belum di  konversi supaya minyak tanah  juga tidak diselewengkan.

 

Kalaupun teknologi distribusi tertutup nanti bisa dibangun bagaimana dengan pengawasan. Hal yang pasti dibutuhkan kerja ekstra keras dari aparatur pemerintah yang berimplikasi pada tambahan biaya. “Jangan jangan  hanya akan keluar biaya saja tapi hasilnya tidak jelas sebagaimana kartu kendali masa lampau,”kata Sofyano.

 

Sementara titik masalahnya adalah tidak pernah dikoreksinya harga elpiji 3kg sehingga menyebabkan disparitas dengan elpiji 12 kg terlampau besar. Inilah yang menyebabkan terjadinya penyelewengan.

 

Oleh karenanya menurut Sofyano Pemerintah tidak perlu tergesa-gesa dalam menerapkan distribusi tertutup seperti yang ada dalam lampiran Permen ESDM No 26/2009. Apalagi jika kebijakan ini diserahkan pada PT Pertamina untuk menjalankan disribusi Tertutup karena akan menyalahi prinsip Good  Governance. Pertamina sebagai badan usaha pelaku distribusi elpiji PSO juga sebagai pelaksana monitoring dan pengendalian.  “Ini tidak boleh terjadi karena akan mengorbankan Pertamina,”tandas Sofyano.
Menurut Sofyano yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini, pelaksanaan distribusi tertutup dan pengawasan terhadap elpiji 3kg sebagaimana diatur dengan Peraturan Bersama Mendagri no 17/2011 dan Menteri ESDM nomor 5/2011, telah terbukti  tidak bisa dijalankan oleh pihak pihak yang diamanatkan oleh Peraturan tersebut.

 

Salah satu tantangannya adalah jumlah agen yang lebih dari 3400 agen dan dengan jumlah Pangkalan elpiji  sekitar 150.000  ditambah lagi dengan sekitar 1.500.000 pengecer yang tersebar diseluruh Indonesia. “Ditambah dengan jumlah konsumen pengguna elpiji 3kg eks program konversi sekitar 57juta Kepala Keluarga dan belum ditambah dengan penggunaan oleh masyarakat lain non penerima paket konversi mitan , saya sangat yakin program distribusi Tertutup yang ditetapkan Pemerintah  sangat mustahil bisa terwujud”kata Sofyano.

 

Jika Pemerintah khawatir dengan membengkaknya subsidi elpiji maka Pemerintah   sebaiknya merevisi dan atau menerbitkan kembali Peraturan Menteri ESDM terkait distribusi dan penggunaan elpiji bersubsidi tabung 3kg. “Sebut saja konsumen elpiji 3kg adalah masyarakat golongan tidak mampu dengan penghasilan misalnya dibawah Rp.2juta/bulan dan penggunaannya hanya khusus untuk bahan bakar memasak pada rumah tangga saja,”ujar Sofyano.

 

Setiap kebijakan memang perlu analisis dan kajian mendalam sehingga tidak hanya manis di kertas tetapi sulit diimplementasikan.