Beranda Tambang Today Perhapi: Pemerintah dan EMM Kurang Sosialisasi ke Masyarakat Aceh

Perhapi: Pemerintah dan EMM Kurang Sosialisasi ke Masyarakat Aceh

Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli

Jakarta, TAMBANG- Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menilai penolakan masyarakat Aceh atas penambangan PT Emas Mineral Murni (EMM). karena kurangnya sosialisasi dari Pemerintah maupun perusahaan kepada masyarakat, khususnya mahasiswa.

 

Menurut Rizal, penolakan terhadap PT EMM harus disikapi dengan bijaksana. Jika dikaitkan dengan isu pencemaran dan kerusakan lingkungan, ada mekanisme pengawasan dan juga audit yang dapat dilakukan.

 

“Jika perlu membentuk tim independen guna melakukan investigasi,” ungkap Rizal kepada tambang.co.id, Sabtu (13/4).

 

Masyarakat harus menyadari bahwa kehidupan modern tidak bisa lepas dari penggunaan barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan dari bahan tambang, seperti pemakaian telepon genggam, komputer, televisi, kulkas, dan perangkat elektronik lainnya yang sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat.

 

Demikian juga dengan transportasi untuk mobilisasi masyarakat. Di mana alat-alat transportasi memiliki banyak ketergantungan terhadap bahan-bahan tambang mulai dari besi, alumunium, timah, tembaga, nikel, krom, kobalt, mangan, bahkan mineral tanah jarang (Rare Earth Element/REE) yang digunakan untuk layar sentuh, komputer.

 

“Bahkan, peralatan kedokteran dan dapur pun tidak terlepas dari bahan-bahan tambang seperti stainlees steel (baja anti karat) yang merupakan perpaduan antara besi dan nikel. Rumah pun sebagian besar terdiri dari bahan tambang yaitu semen (batu kapur, lempung, pasir besi, gypsum, batu agregat, paku, seng, rangka baja ringan, dan lainnya,” lanjut Rizal.

 

Masyarakat Aceh juga menggunakan emas yang merupakan hasil tambang dalam acara lamaran.

 

“Saat pemuda mau melamar gadis cantik untuk menjadi istrinya, apakah cukup hanya dengan mahar seperangkat alat shalat khusus di Aceh? Hal ini mungkin saja bisa, namun umumnya di Aceh masih menggunakan mahar emas kawin sebagai mahar untuk perkawinan,” tutur Rizal.

 

Rizal mengungkapkan, Pemerintah Aceh saat ini sedang gencar menarik investor baik dalam negeri maupun luar  negeri untuk menanam investasinya di Aceh. Segala promosi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian daerah dan kemakmuran rakyat Aceh. Industri pertambangan merupakan salah satu sektor industri yang diharapkan bisa meningkatkan ekonomi di daerah dengan adanya serapan tenaga kerja, pajak-pajak yang diterima oleh pusat maupun daerah, PNBP dan multiplier effect yang akan ditimbulkan oleh industri tersebut.

 

“Tentu saja bidang investasi yang lain juga diperlukan untuk saling bahu-membahu membangun perekonomian di daerah. Pemerintah daerah, tidak mampu hanya dengan mengandalkan APBD untuk meningkatkan perekonomian daerah terutama untuk mengentaskan tingkat kemiskinan, masih diperlukan investasi dari luar untuk berinvestasi di sana,” ujar Rizal.

 

Perlu diketahui, Aceh menjadi provinsi termiskin di Sumatera dan posisi keenam di Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Aceh pada September 2018 mencapai 831 ribu orang (15,68 persen).

 

Untuk diketahui,  aktivis lingkungan dan mahasiswa melakukan unjuk rasa menolak perusahaan tambang PT Emas Mineral Murni (PT EMM)  selama tiga hari di Kantor Gubernur Aceh. Massa tidak mau membubarkan diri sebelum Plt Gubernur Aceh bersedia menjumpai mereka.

 

Plt gubernur Aceh, Nova Iriansyah akhirnya menemui ribuan massa yang melakukan aksi pada Kamis (11/4). Kemudian, orator aksi membacakan petisi penolakan izin tambang PT EMM itu untuk ditanda tangangi oleh Nova Iriansyah.

 

Kemudian Nova menandatangani selembar surat pernyataan bernomor 164/A/KORPSBPA/IV/2019 yang diajukan massa demonstran. Adapun poin yang disepakati tersebut antara lain, siap melakukan gugatan melalui pemerintah Aceh sebagai bentuk mempertahankan kekhususan Aceh dan membela rakyat Aceh serta siap menerbitkan rekomendasi pencabutan izin PT EMM.