Beranda Tambang Today Petani Kelapa Sawit Minta Program Biodiesel Dievaluasi Menyeluruh

Petani Kelapa Sawit Minta Program Biodiesel Dievaluasi Menyeluruh

Jakarta,TAMBANG, Petani Kelapa Sawit yang tergabung dalam  Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKP) meminta Pemerintah mengevaluasi program Biodiesel secara menyeluruh. “Jika pemerintah tetap pada rencananya untuk menaikkan bauran biodiesel, maka insentif yang perlu dikeluarkan negara akan semakin tinggi. Padahal pemerintah seharusnya mengambil langkah mundur ke B20 dalam situasi ekonomi seperti ini,” ungkap Manajer Riset Traction Energy Asia, Ricky Amukti.

Sebagaimana diketahui Pemerintah Indonesia kini gencar dalam menjalankan program biodiesel. Tingkat bauran minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pun terus ditingkatkan dari B20 dan B30. Bahkan kini mengejar target menjadi B40 hingga B50. Namun, pengembangan program biodiesel ini tak jelas arahnya ke mana karena pemerintah tak memiliki rencana utuh atau roadmap.

Disebutkan juga bahwa pengeluaran terbesar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) saat ini, adalah intensif biodiesel. Artinya membayar gap harga CPO dan solar ke perusahaan kelapa sawit. Dari Rp 33,6 triliun penyaluran dana BPDPKS pada 2019, setidaknya 29,2 triliun dialokasikan untuk intensif biodiesel.

Dari jumlah tersebut, manfaat yang diterima petani masih minim. Padahal petani selalu digadang-gadang akan mendapatkan manfaat dari program biodiesel pemerintah. Ini dapat dilihat dari tidak adanya direktorat tertentu di BPDPKS yang mengurus petani swadaya. Kontribusi petani terhadap komoditas kelapa sawit tidaklah sedikit. Data Dirjen Perkebunan mencatat petani swadaya memasok 34% dari total produksi sawit nasional.

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto menilai apabila biodiesel belum kelihatan menguntungkan kenapa harus buru-buru ditambah baurannya. Biodiesel yang sekarang pun belum menguntungkan buat petani.

“BPDPKS juga perlu untuk dievaluasi terkait apa saja yang sudah dilakukan selama 5 tahun berdiri, termasuk evaluasi masalah penyaluran dananya yang mayoritas justru lari ke perusahaan kelapa sawit dan tak berdampak pada kesejahteraan petani maupun rakyat,” ungkap Darto.

Darto juga menjelaskan bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan pungutan ekspor pun, melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), juga merupakan langkah yang gegabah karena menaikkan pungutan ekspor dapat berdampak pada menurunnya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sehingga petani akan menjadi pihak yang paling terdampak.

“Setidaknya pemerintah perlu memastikan agar perusahaan kelapa sawit wajib membeli sebagian TBS-nya dari pekebun mandiri supaya program biodiesel bisa menciptakan pasar bagi pekebun,” tutupnya.