Beranda Batubara Produksi Gede-Gedean, Kenapa Hilirisasi Batu Bara Tak Kunjung Dimulai?

Produksi Gede-Gedean, Kenapa Hilirisasi Batu Bara Tak Kunjung Dimulai?

hilirisasi batu bara
Pengangkutan Batu Bara di Kawasan NPLCT Arutmin, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Dok: Rian.

Jakarta, TAMBANG – Untuk meningkatkan nilai tambah di sektor pertambangan, pemerintah tidak saja fokus pada percepatan hilirisasi mineral, melainkan pada batu bara juga. Namun, hingga akhir 2023, belum ada satu perusahaan yang mengembangkan proyek tersebut.

Padahal, produksi batu bara pada tahun 2023 melebihi target yang dicanangkan bahkan memecahkan rekor sepanjang sejarah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatatkan bahwa produksi batu bara tahun lalu itu mencapai 775,2 juta ton, 112 persen dari target 694,5 juta ton.

Sejak tahun 2016, capaian ini paling besar di mana pada tahun itu produksi batu bara hanya mencapai 456 juta ton, pada tahun 2017 sebesar 461 juta ton, tahun 2018 sebesar 558 juta ton.

Sementara pada tahun 2019 produksi batu bara RI mencapai 616 juta ton, tahun 2020 turun jadi 564 juta ton, tahun 2021 naik lagi jadi 614 juta ton dan tahun 2022 sebesar 687 juta ton. Lalu mengapa proyek gasifikasi batu bara masih juga belum dimulai?

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara, Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Lana Saria membenarkan bahwa sejauh ini belum ada perusahaan yang menjalankan program hilirisasi batu bara tersebut. Namun, pihaknya memastikan proyek ini akan dimulai pada tahun 2025.

“Memang di tahun ini sampai di tahun depan memang dalam perencanaannya belum ada yang dimulai. Mungkin akan dimulai konstruksinya di 2025,” ujar Lana dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Jumat (19/1).

Menurut Lana, sudah ada beberapa perusahaan yang telah mendapatkan persetujuan terkait hilirisasi batu bara. Saat ini, perusahaan-perusahaan tersebut ada yang sedang melakukan studi kelayakan dan bahkan sudah ada yang melakukan konstruksi sembari mencari mitra.

“Saat ini badan usaha yang telah disetujui persetujuan hilirisasinya ini beberapa di antaranya sedang mempersiapkan studi kelayakannya dan ada juga yang sedang menjalankan konstruksinya sambil juga mencari mitra yang bisa bersama-sama menjalankan hilirisasi itu yaitu pihak ketiganya,” beber dia.

Proyek hilirisasi batu bara merupakan program yang wajib dilakukan oleh perusahaan batu bara eks PKP2B sebagai persyaratan perpanjangan kontrak menjadi IUPK. Ada 11 perusahaan yang mendapat mandat ini yaitu PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Arutmin Indonesia (Arutmin), PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Multi Harapan Utama (MHU), PT Megah Energi, PT Thriveni, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Berau Coal dan PT Kaltim Nusantara Coal.

“Terkait hilirisasi batu bara tentunya komitmen itu masih kita kawal karena memang salah satu persyaratan PKP2B menjadi IUPK. Kelanjutan kontrak salah satu syaratnya adalah memiliki program hilirisasi,” jelas Lana.

Tiga dari perusahaan di atas yaitu PT Megah Energi, PT Thriveni dan PT Kideco Jaya Agung sudah melakukan hilirisasi batu bara, tapi berupa briket dan semi kokas. Sementara sisanya, kecuali MHU, proyek gasifikasi batu baranya yaitu berupa dimethyl ether (DME) dan methanol.

Direktur PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Dileep Srivastava menyebut kelanjutan program hilirisasi batu bara yang menjadi kewajiban dua anak usahanya yaitu Arutmin dan KPC akan diumumkan pada pertengahn tahun ini.

“Ke depan, setelah semua perjanjian dan masalah baik-baik saja, kami akan membuat pengumuman publik jika kami sudah siap melakukannya, paling lambat pertengahan tahun ini jika kami bisa,” ujar Dileep kepada tambang.co.id.

KPC dan Arutmin sedianya akan melakukan hilirisasi batu bara menjadi DME dan metanol. Namun, sempat beredar kabar bahwa KPC lebih tertarik mengembangkannnya menjadi ammonia setelah kepergian  Air Products and Chemicals Inc.

Hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif. Menurutnya, KPC saat ini tengah menjajaki potensi bisnis ammonia sedangkan PTBA masih berusaha mencari mitra untuk mengolah batu bara menjadi DME.

“Mungkin KPC tidak ke arah DME mungkin ke ammonia, PTBA masih berusaha mencari partner baru dan menunggu kepastian dari pemerintah misalnya penugasan dan sebagainya,” ujar Irwandi saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (21/7/2023).

Menurut Irwandi, selain menjadi gas, batu bara memiliki potensi besar jika diubah menjadi ammonia dan pasarnya pun menjanjikan.  Meski begitu, perubahan rencana hilirisasi tersebut menurutnya tetap harus berkomunikasi dahulu kepada pemerintah.