Beranda Tambang Today Umum Ribuan Hektare Pertambangan Rakyat Belum Digarap Serius, Kok Bisa?

Ribuan Hektare Pertambangan Rakyat Belum Digarap Serius, Kok Bisa?

Pertambangan Rakyat
Ilustrasi Pertambangan Rakyat. Sumber Pushep.

Jakarta, TAMBANG – Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Suswantono menyebut jumlah wilayah pertambangan rakyat (WPR) saat ini mencapai 1.215 WPR dengan luas mencapai 66.593,18 hektare (ha).

“Secara nasional WPR yang sudah ditetapkan sebanyak 1.215 WPR dengan total luas wilayah seluas 66.593,18 hektare,” ungkap Bambang dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI, dikutip Rabu (3/4).

Meski begitu, wilayah yang termanfaatkan masih cukup jauh. Saat ini baru ada 82 izin pertambangan rakyat (IPR) dengan luas wilayah mencapai 62,31 hektare.

“Adapun IPR yang sudah kita terbitkan sebanyak 82 izin dengan total wilayah seluas 62,31 hektare,” ungkap Bambang.

Penetapan WPR yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2022 ini menyasar 19 provinsi yaitu Banten, Bangka Belitung, DIY, Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, NTB, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan Sumatra Utara.

Dari kesembilan belas provinsi tersebut, baru 9 provinsi yang dokumennya sudah dilakukan penyusunan sejak 2022-2023. Itu pun jumlah dokumennya menciut menjadi 6 provinsi yang harus dilakukan percepatan pada tahun 2024 ini.

“Sejak tahun 2022 sampai tahun 2023 Ditjen Minerba telah menyusun dokumen pengelolaan WPR di 9 provinsi dengan 270 blok WPR. Tindak lanjut yang dilakukan pada tahun 2024 ini adalah yang pertama kami akan melakukan percepatan penetapan dokumen pengelolaan WPR 6 provinsi yang disusun tahun 2023 melalui Kepmen ESDM yaitu Jambi, Bangka Belitung, Sumatra Utara, Riau, Maluku dan Sulawesi Tengah,” beber Bambang.

Mandeknya pemanfaatan WPR dirasakan warga Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung (Babel). Hal tersebut diungkapkan Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman dalam acara yang sama.

“Walaupun sudah ada undang-undang berapa kali berganti-ganti, sampai hari ini aplikasi penerapan bagaimana IPR itu berjalan, tidak ada, gak bisa,” ungkap Algafry.

Karena itu, Algafry meminta Ditjen Minerba, Kementerian ESDM untuk mengadakan program pelatihan atau sosialisasi terhadap pemanfaatan WPR ini. Apalagi, sebagian besar roda ekonomi warganya bertumpu pada pertambangan timah.

“Kami sebenarnya mengharapkan ada program dari Dirjen Minerba bagaimana masyarakat di bawah tahu dan bisa mengelola untuk itu,” ucap dia.

“Setidak-tidaknya ada program misalnya turun orang dari pusat itu bagaimana kita melaksanakan penambangan yang ramah lingkungan, bagaimana menambang itu secara regulasi, ada kajian-kajiannya kita sampai turun ke bawah,” beber Algafry.