Beranda Batubara Tantangannya Bagaimana Membuat Berau Efisien

Tantangannya Bagaimana Membuat Berau Efisien

Wawancara

Eko S. Budianto

Bekas Direktur Utama Berau Coal

 

Meski latar belakangnya perbankan, Eko diangkat menjadi presiden direktur Berau Coal. Mengusulkan langkah efisiensi, tapi tak terlaksana.

 

EKO S Budianto mulai bergabung dengan PT Berau Coal Energy pada Maret 2010, sebelum perusahaan tersebut masuk bursa. Tiga bulan kemudian, tepatnya Juni 2010, Eko ditunjuk sebagai direktur operasi di anak perusahaan PT Berau Coal Energy, yaitu PT Berau Coal, salah satu perusahaan tambang batu bara PKB2B generasi pertama.

Pemegang gelar Bachelor of Science bidang keuangan dari University of Northern Colorado dan gelar Master of Business Administration dari Golden Gate University, ini dipilih menjadi presiden direktur PT Berau Coal Energy,Tbk dan PT Berau Coal pada Maret 2013.

Namun masa jabatan di Berau ternyata juga singkat. Hanya 1,5 tahun menjadi presiden direktur, Eko oleh pemegang saham diberhentikan dengan hormat, tampa alasan yang sesuai dengan klausala pemberhentian seorang direksi.

Inilah yang kemudian menjadi alasan Eko menuntut perusahaan tambang tersebut untuk memenuhi kewajiban mereka sampai kontrak berakhir pada Maret 2018.

Ditemui di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, Eko yang tampil santai ini menceritakan banyak hal mulai dari aktivitas pertambangan di tahun sulit, masa kepemimpinan di Berau dengan beragam kisah yang menimpa perusahan tambang tersebut.

“Tantangan terbesarnya adalah bagaimana menciptakan pertambangan yang lebih efisien. Sebenarnya masih ada ruang besar untuk dilakukan efisiensi,”kata Eko.

Berikut petikan wawancara Iwan Qodar Himawan dan Egenius Soda dari majalah TAMBANG dengan Eko Budi Santoso, mantan Presiden Direktur PT Berau Coal Energy,Tbk.

Dalam beberapa tahun terakhir ini kondisi pertambangan kurang baik karena turunnya permintaan dan melemahnya harga. Apa tantangan terbesar sektor pertambangan saat ini untuk bisa tetap bertahan?

Tantangan terbesarnya adalah bagaimana menciptakan operasional pertambangan yang lebih efisien. Kalau dilihat selama ini, sebenarnya masih ada ruang besar untuk dilakukan efisiensi. Dalam penambangan batu bara biaya pengupasan dan penanganan over burden –tanah kupasan– adalah komponen paling besar, hampir mencapai 80% dari keseluruhan biaya produksi. Itu yang dihadapi oleh Berau Coal.

 

Anda menyebut soal jarak pembuangan OB punya pengaruh yang cukup signifikan pada biaya produksi perseroan?

Dengan metode sekarang, jarak pembuangan OB punya pengaruh besar terhadap biaya produksi. Idealnya jarak tempuh buang OB tidak lebih dari 2 km. Kalau lebih jauh, tambahan ongkos untuk setiap jarak 100 meter akan sangat tinggil.

Dalam suatu kesempatan rapat internal ditahun 2011 saya pernah mengangkat masalah ini karena saya melihat trend ongkos produksi yang naik tajam seiring dengan naiknya harga batu bara.

Apabila trend kenaikan produksi tidak dapat ditekan atau bahkan diturunkan, posisi kami sebagai produsen batu bara sangat riskan karena tidak bisa mengendalikan harga jual yang memang saat itu naik kecenderungannya. Namun bagaimana kalau harga jatuh, padahal biaya produksi kita sudah tinggi?

Kemudian saya kaitkan juga dengan rencana pengembangan tambang dan produksi yang cukup agresif yaitu dari 17 juta ton pertahun menjadi 34 juta ton dalam kurun waktu 6 tahun ke depan dari tahun 2011. Naiknya level produksi sebesar dua kali lipat akan diikuti naiknya jumlah alat, operator, SDM pendukung dan konsumsi BBM yang sangat signifikan.

Ditambah lagi dari laporan produksi yang saya dapat selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2010, hujan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja.

Apa yang bisa dilakukan untuk menekan biaya dari sisi pembuangan tanah penutup atau OB tersebut?

Di 2011 saya pernah mengusulkan agar penanganan OB diubah metodenya dari yang sekarang dengan truk dan buldoser diubah dengan sabuk penjuntai —in pit crushing and conveying (IP-CC). Makin tinggi SR maka makin besar jumlah material yang diangkut, makin banyak SDM yang digunakan, dan peralatan pun semakin banyak.

Di Berau biaya OB di luar bahan bakar rata rata adalah US$1,50 per bank cubic meter (bcm). Untuk BBM, selama 2013 konsuminya senilai US$ 270 juta, sebanyak 90%-nya untuk operasi penambangan. Sementara itu untuk pengangkutan batu bara, ongkosnya sekitar 10 sen per ton per km.

Kalau menggunakan metode IPCC, biaya OB bisa ditekan lebih kurang 70%. Bila menggunakan overland conveyor untuk transportasi batu bara ke pelabuhan muat ongkosnya bisa ditekan menjadi hanya 5 sen per ton per km. Jadi bisa menghemat biaya produksi lebih dari setengahnya dari yang sekarang harus kita bayar

Biaya investasi untuk pembangkit listrik batubara dan biaya investasi untuk IPCC dan overland conveyor dapat kembali dalam kurun waktu 5 sampai 7 tahun.

 Jika itu yang diterapkan mekanismenya seperti apa?

Kalau in pit crushing and conveying ini diterapkan, material OB setelah selesai peledakan akan dimuat ke truk pembuang oleh ekskavator yang dijalankan oleh listrik. Material OB ini kemudian diangkut oleh truk ke mobil crusher di area pit untuk dihancurkan supaya mudah diangkut dengan sabuk berjalan ke area pembuangan akhir.

Dengan cara ini jarak tempuh truk bisa diperpendek menjadi hanya 1.000 meter, bahkan bisa 600 meter, tergantung kondisi lapangannya. Jarak ini jauh lebih pendek dari yang sekarang harus ditempuh oleh truk kerena truk tidak usah lagi berjalan dengan muatan penuh menanjak ke arah pembuangan akhir yang jaraknya bisa 3 – 4 km.

Dengan pendeknya jarak tempuh, maka putaran truk menjadi cepat, konsumsi bahan bakar menjadi jauh lebih rendah. Jumlah truk pun menjadi jauh lebih sedikit.

Kalau Berau Coal menurut Anda sampai di harga berapa dia bisa bertahan?

Kalau untuk Berau, harga batu baranya saat ini US$45 per ton. Dipotong royalti 13,5 persen itu sekitar US$5,50 cent, sisanya US$39,50 cent. Harus dipotong lagi untuk biaya produksi US$35 per ton, juga dipotong untuk komisi ke agen pemasaran. Sisanya sekitar US$2 sampai US$ 2,5. Ujung-ujungnya impas. Sementara kewajiban Berau Coal untuk membayar bunga obligasi setiap tahun bisa mencapai US$100 juta.

 

(Wawancara Eko S. Budianto selengkapnya bisa dibaca di Majalah TAMBANG edisi Februari 2015).