Beranda ENERGI Migas Waspadai Peran Asing Dalam Pembentukan SPBT PGN

Waspadai Peran Asing Dalam Pembentukan SPBT PGN

Guna meningkatkan pemanfaatan gas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) berencana membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Terintegrasi (SPBT). Sedianya SPBT tersebut akan menggandeng sejumlah SPBU di Jakarta yang dekat dengan pipa gas PGN. Namun menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria rencana tersebut bakal ditentang para pekerja Pertamina dan menjadi pintu masuk asing kuasai SPBU nasional.

 

Hal yang menjadi pertimbangan dalam penolakan tersebut tidak lain terkait kepemilikan asing di BUMN gas tersebut. Menurut Sofyano sebagai perusahaan publik, saat ini selain mayoritas kepemilikan saham masih dikuasai Pemerintah yakni 56,96% pihak asing juga turut memiliki saham di PGN. Kepemilikan asing ini diperoleh lewat mekanisme perdagangan saham di lantai bursa. Dari dari 43,04% saham masyarakat tersebut, 82% sudah dimiliki pihak Asing dan sisanya 18% dimiliki masyarakat tertentu.

 

Hal yang sama terjadi di anak usahanya yang bergerak di bidang transmisi, PT Transportasi Gas Indonesia diman saat ini 40% dimiliki Transasia Pipeline Company Pvt . Ltd ( ConocoPhillips , Petronas , SPC Singapura , Talisman Energy.

 

Dengan kondisi yang demikian menurut Sofyano rencana memanfaatkan SPBU swasta yang didirikan atas dasar kerjasama dengan Pertamina sangatlah tidak etis. Oleh karenanya Ia pun meminta Menteri BUMN menolak rencana tersebut.

 

“Jika untuk percepatan program konversi bbm ke gas, BUMN Pertamina yang seratus persen sahamnya dimiliki Pemerintah, pasti sanggup melaksanakan pembangunan SPBT tersebut. Bahkan, konon kabarnya Pertamina juga telah siap membangun 150 SPBG yang menumpang di SPBU (sama seperti SPBT),” kata Sofyano.

 

Pertamina selama ini telah memiliki Kontrak kerjasama jangka panjang dengan pemilik SPBU. Ini akan lebih mudah bagi Pertamina merealisir pembangunan SPBT tersebut. “Lalu mengapa harus memberikannya ke Perusahaan yang bukan seratus persen milik Pemerintah,”tanya Sofyano.
Tidak hanya itu, secara hukum tentunya kerjasama yang dilakukan pihak pemilik SPBU dengan pihak ketiga tentunya harus berdasarkan persetujuan Pertamina. Bisa saja PGN akan memanfaatkan keberadaan Menteri BUMN dan Menteri ESDM untuk mekenan Pertamina agar menyetujui hal ini dengan alasan percepatan program konversi BBM ke gas.

 

Namun Pemerintah harus secara matang mempertimbangkannya karena bisa saja akan menimbulkan persepsi yang berbeda di masyarakat. “Dukungan terhadap PGN bisa dianggap sebagai cara mengkerdilkan keberadaan dan peran Pertamina,”kata Sofyano mengingatkan.

 

Selama ini bisnis gas Pertamina memberi kontribusi besar bagi kinerja BUMN energi tersebut. Dengan potensi yang besar tersebut jadi saja menjadi incaran kuat pihak asing yang memiliki saham di PGN. Sebagai gambaran, pendapatan Pertamina sekarang, 52% dihasilkan dari gas, dan memberikan kontribusi profit hampir 8 Trilyun. “Kalau ini hilang, maka pertamina pasti langsung keluar dari fortune global 500 dan bubarlah mimpi Pemerintahan Jokowi yang ingin menjadikan Pertamina sebagai perusahaan energi kelas dunia (world class). Di negara manapun, bisnis dan perusahaan minyak dan gas itu selalu menyatu sehingga disebut migas,”kata Sofyano.

 

Pemerintah harusnya segera menugaskan Pertamina melaksanakan percepatan program konversi bbm ke gas dengan memperbanyak pembangunan SPBT atau SPBG pada spbu spbu. Namun dukungan Pemerintah lewat regulasi juga diperlukan. Pemerintah harusnya segera mengeluarkan Peraturan pendukung bahwa kendaraan bermotor baru dan angkutan umum harus dilengkapi dengan konverter kit untuk penggunaan bahan bakar gas.
“Tanpa itu, ini sama saja dengan sekedar “omong doang”. Tidak akan ada pembeli gas pada SPBG atau SPBT. Dan itu berarti bahwa rencana PGN membangun SPBT seperti punya agenda tertentu. Ini harus ditelisik oleh Publik”kata Sofyano.