Beranda Batubara Beleid Baru Terkait Pemanfaatan Batu Bara Untuk Pembangkit Listrik

Beleid Baru Terkait Pemanfaatan Batu Bara Untuk Pembangkit Listrik

Jakarta-TAMBANG. Pemerintah kembali merilis regulasi terkait pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi khusus di listrik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.19 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Batubara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik (Excess Power).

Dalam Coffee Moring, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jarman menjelaskan beleid baru ini mengatur tentang pola harga patokan tertinggi dan mekanisme pengadaan pembangkit listrik berbahan bakar batubara serta pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power).

“Permen ini diharapkan dapat menjaga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan Tenaga Listrik setempat agar lebih efektif dan efisien, sehingga tarif tenaga listrik dapat lebih kompetitif,” jelas Jarman, di Kantor Dirjen Ketenagalistrikan, Jakarta (3/3).

Beleid ini berisi tentang acuan harga pembelian listrik PLTU Mulut Tambang di mana jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan setempat.

Sebaliknya jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan nasional. “Harga pembelian tenaga listrik ditetapkan dengan asumsi faktor kapasitas pembangkit sebesar 80%,” jelasnya.

Kemudian untuk Harga Pembelian Listrik PLTU Non Mulut Tambang dengan kapasitas lebih besar dari 100 MW yaitu jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan setempat. Sedangkan jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan nasional.

Jika PLTU Mulut tambang dengan kapasitas lebih kecil atau sama dengan 100 MW maka jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan setempat. Tetapi kalau BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga berdasarkan lelang atau mekanisme B to B (business to business).

Beleid ini juga mengatur tentang kelebihan tenaga listrik. Harga pembelian kelebihan tenaga listrik paling tinggi, ditetapkan sebesar 90% dari BPP pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Ini dilakukan agar dapat meningkatkan peran swasembada pengelolaan listrik dalam menjaga ketersediaan daya listrik pada sistem ketenagalistrikan setempat.

Penggunaan listrik Excess Power untuk memperkuat sistem kelistrikan setempat dapat dilakukan apabila pasokan daya kurang atau untuk menurunkan BPP Pembangkit di sistem ketenagalistrikan setempat. Harga pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power) paling tinggi sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Sehingga dapat meningkatkan peran Captive Power dalam menjaga ketersediaan daya listrik pada sistem ketenagalistrikan setempat.