Beranda Tambang Today Beleid Listrik Menuai Kritik

Beleid Listrik Menuai Kritik

Pemerintah merilis tiga regulasi baru di sektor ketenagalistrikan. Diharapkan semakin mencerahkan iklim investasi disektor ketenagalistrikan. Pelaku usaha di EBTK keberatan dengan skema harga listrik energi baru dan terbarukan.

MENGAWALI tahun 2017, Kementerian ESDM menerbitkan tiga regulasi ketenagalistrikan. Ketiganya mengatur tentang pokok perjanjian jual beli tenaga listrik (Permen ESDM No 10/2017), kemudian tentang pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik (Permen ESDM No11/2017), serta aturan tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan listrik (Permen ESDM No.12/2017).

Ketiga regulasi ini diharapkan menjadikan sektor listrik menarik dan tumbuh lebih cepat. Gas diharapkan memegang peran penting bagi kebangkitan sektor listrik. Hal ini salah satunya dilatari oleh rencana pemerintah meningkatkan porsi gas dalam bauran energi. Gas diandalkan untuk menggantikan peran minyak. Inilah yang mendasari keluarnya kebijakan tentang pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik.

Kepala Sub Direktorat Usaha Ketenagalistrikan, Djoko Widianto, saat acara coffee morning di Ditjen Ketenagalistrikan menegaskan, regulasi ihwal gas diadakan untuk memastikan ketersediaan pasokan gas untuk listrik. Harganya juga kompetitif dan wajar. Ini berlaku baik untuk gas pipa maupun LNG.

Dalam beleid terkait gas ini, Pemerintah mengatur jangka waktu dan alokasi gas bumi, pengembangan pembangkit listrik di mulut sumur, harga gas, tarif pipa gas bumi, serta perjanjian jual beli gas bumi untuk listrik.

Jangka waktu dan alokasi gas ditetapkan waktunya sesuai umur pembangkit. Diperkirakan sampai 20 tahun. “Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) sebagai pemasok wajib menjamin pasokan sesuai dengan perjanjian jual beli gas (PJBG),” terang Djoko dalam paparannya.

Untuk mendapatkan gas, PLN atau perusahaan pembangkit listrik dapat membeli gas langsung dari perusahaan yang mengantongi izin menjual gas. Perusahaan penjual gas harus sudah memiliki fasilitas atau infrastruktur gas.
Pemerintah juga mengatur pembangunan pembangkit di mulut sumur (wellhead). Izin membangun pembangkit di dekat sumur gas diperoleh lewat dua mekanisme. Pertama, Pemerintah menunjuk langsung, atau lewat mekanisme lelang.

Untuk pembangkit di sumur gas ini, harga gas per MMBTU bisa kurang dari atau sama dengan 8% harga minyak mentah Indonesia (ICP).
Harga gas diatur sesuai dengan keekonomian lapangan tersebut, tanpa eskalasi. “Jika dibutuhkan eskalasi, harganya sesuai kesepakatan. Untuk yang sudah punya infrastruktu hilir, maka harga di gerbang pabrik. Tetapi jika tidak ada maka yang berlaku harga di hulu,” jelasnya lagi.

Perusahaan pembangkit juga dapat menggunakan LNG sebagai sumber energi. Pilihan pada LNG dipilih jika harga gas per MMBTU di atas 11,5% harga minyak mentah Indonesia/MMBTU, harga sebelum pengapalan. Untuk pemanfaatan LNG, perusahaan bisa memanfaatkan pasokan dari dalam negeri seperti LNG dari lapangan Tangguh atau dengan mengimpor. Akan tetapi harga LNG yang diimpor harus di bawah 11,5% untuk harga di terminal regasifikasi pembeli.

Jika pembangkit listrik memafaatkan gas yang disalurkan pipa, besaran tarif penyaluran harus sesuai dengan yang ditetapkan undang-undang. Jika menggunakan transportasi yang lain seperti kapal, truk, dan tongkang, tarifnya sesuai keekonomian atau harga di pasar.

Djoko juga mengingatkan bahwa pembangunan pembangkit merupakan investasi jangka panjang. Dibutuhkan jaminan pasokan dari penjual gas. Dalam hal ini, badan usaha pemegang izin usaha niaga gas bumi wajib memberi jaminan berupa keandalan pasokan gas bumi dan keandalan transportasi gas bumi. “Pembeli, baik PLN atau badan usaha pembangkitan, menjamin pembayarannya lancar dan tepat waktu,” terang Djoko.

Pemanfaatan gas sebagai salah satu sumber energi di pembangkit setidaknya memberi manfaat lebih. Selain lebih murah gas juga lebih ramah lingkungan. Namun, sayangnya pasokan serintg tidak terjamin, dan harganya kurang kompetitif.

Untuk inilah Pemerintah membuka peluang bagi PLN dan perusahaan pembangkit swasta untuk mengimpor gas atau LNG dari luar, agar mendapatkan harga gas yang lebih murah.

Sayangnya, selama ini penyaluran gas untuk listrik masih terganjal masalah akses ke jaringan pipa transmisi atau pun pipa distribusi.