Beranda ENERGI Migas Blok Masela Harus Sejahterakan Masyarakat Maluku

Blok Masela Harus Sejahterakan Masyarakat Maluku

Jakarta-TAMBANG–Sampai saat ini Pemerintah belum memutuskan terkait rencana pengembangan (Pland of development) Blok Abadi Masela, Maluku Tenggara. Padahal itu merupakan langkah penting sebelum sampai pada keputusan final (FID/final investment decision) pada 2018 mendatang. Baik pemerintah maupun investor membutuhkan persetujuan revisi rencana pengembangan (POD/plan of development) seperti yang sudah direkomendasikan Kementerian ESDM dan SKK Migas.

Lambannya keputusan ini malah berakibat pada munculnya polemik yang dimulai dengan Menteri ESDM Sudirman Said dengan Menko Maritim dan Sumber Daya Alam Rizal Ramli. Perang dua menteri dalam Kabinet Presiden Joko Widodo ini bukan tidak mungkin juga akan terjadi pada level akar rumput yakni dimasyarakat.

Oleh karenanya banyak kalangan meminta Presiden Joko Widodo segera memutuskan POD sehingga proyek dengan investasi besar ini bisa berjalan. Maklum saja penundaan terhadap persetujuan revisi POD Blok Masela menyebabkan mundurnya realisasi investasi proyek tersebut.

Dalam salah satu diskusi, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkapkan, adanya perubahan kapasitas kilang terapung menjadi 7,5 MTPA menyebabkan kontraktor membutuhkan persetujuan atas revisi POD dari sebelumya sekitar 2,5 MTPA. Berlarut-larutnya persetujuan revisi POD tersebut menyebabkan proyek Blok Masela terkatung-katung selama 16 tahun, dengan biaya yang sudah dikeluarkan sekitar US$1,2 miliar.

“Untuk sampai kepada multiplier effect untuk masyarakat Maluku, revisi POD ini harus segera disetujui. Jika tidak, tahapan selanjutnya dari design engineering, konstruksi, dan akhirnya tahap komersial pada 2025 tidak akan tercapai. Kalau mau masyarakat Maluku terus sengsara, perpanjang saja kisruh,” ujar dia di sela-sela Diskusi Publik bertajuk “Blok Masela: Mencari Keputusan yang Konstitusional” di Gedung DPR, Jakarta.

Amien menambahkan, dalam skema kilang terapung yang direkomendasikan, pihaknya sudah menyertakan pertimbangan mengoptimalkan kandungan lokal demi menumbuhkan multiplier effect untuk kepentingan nasional. Beberapa industri penyanggah dari sektor konstruksi, galangan kapal, termasuk sumber daya manusia dikaji untuk mengoptimalkan nilai tambah bagi perekomian Indonesia. Pihakya juga mendorong pendirian Badan Otorita yang bertugas mengkonversi investasi menjadi lokomotif pengembangan ekonomi di Maluku dan kawasan Indonesia Timur.

“Kami sudah meminta kontraktor untuk mengkaji secara komprehensif bagaimana caranya menyalurkan gas dari kilang terapung tersebut ke wilayah di Indonesia Timur untuk menghidupkan industri dan menjamin pasokan energi di kawasan tersebut,” katanya.

Anggota Komisi VII DPR RI Dito Ganinduto mengatakan, berlarutnya keputusan dari pemerintah tentu saja akan berdampak pada iklim investasi yang semakin tidak menarik. “Indonesia sekarang ini ada di urutan 13 terbawah dari iklim investasi di sektor migas. Itu yang harus mendapat perhatian pemerintah. Jangan sampai situasi sekarang ini semakin membuat Indonesia tidak menarik dimata investor karena adanya ketidakpastian hukum. Padahal kita membutuhkan investasi,”lanjut Dito.

Berly Martawijaya, ekonom dari Universitas Indonesia (UI) berharap pemerintah secepatnya memutuskan terkait pengembangan blok Masela. “Sekarang ini orang lupa pada aspek lain bahwa semakin lama menunda keputusan, maka Shell dan Inpex harus menanggung cost of delay yang cukup besar. karena kedua perusahaan tetap membayar gaji karyawan dan berbagai kegiatan operasional lainnya,” kata Berly.

Senada dengan itu, anggota Komisi VII DPR RI Inas N Zubir menegaskan, POD blok Masela sudah disetujui tahun 2010. Pada saat itu Menteri ESDM sudah memilih skema kilang terapung. Dirinya menilai, memang sebaiknya Lapangan Gas yang ada di Maluku harus diputuskan melalui Kementerian teknis yakni Energi dan Sumber Daya Mineral. Karena menurut Inas mereka sudah lebih paham baik dari pengkajian sampai pengelolaan. “Oleh karena itu diperlukan revisi POD dari Menteri ESDM,” kata Inas.

Sementara itu Direktur Eksekutif Institute for Defense and Security Studies Connie R Bakrie mengatakan, Wilayah Tanimbar, Maluku ituthe forgotten island karena minimnya perhatian dan keberpihakan terhadap pengembangan ekonomi masyarakat di sana selama ini. Hanya karena Blok Masela, wilayah ini menjadi ramai dibicarakan. Harusnya pemerintah bersyukur karena dengan adanya investasi di blok ini, ekonomi masyarakat di sana akan bertumbuh.

“Kesejahteraan merupakan salah satu strategi menjaga kedaulatan negara. Jangan tunda lagi investasi blok Masela karena skema kilang terapung adalah opsi terbaik untuk pengembangan ekonomi masyarakat di sana,” tegas dia.