Beranda ENERGI Migas Langkah Nyata Pertamina Tekan Biaya Pengapalan

Langkah Nyata Pertamina Tekan Biaya Pengapalan

Jakarta-TAMBANG.Harga minyak dunia yang turun memaksa perusahaan minyak dan gas untuk melakukan berbagai hal yang terkait dengan program efisiensi. Ini juga yang dilakukan BUMN energi, PT Pertamina (Persero). VP Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menjelaskan bahwa saat ini Pertamina tengah menggencarkan program Marketing and Operation Excellence sebagai respons dari situasi industri migas dunia yang sedang mengalami turbulensi karena jatuhnya harga minyak mentah.

 

“Salah satu sasarannya, kita melihat peluang penghematan dengan optimalisasi pemanfaatan kapal-kapal milik yang didukung dengan kebijakan perubahan pola pembelian impor dari semula Cost and Freight menjadi Free on Board, baik untuk BBM, LPG maupun minyak mentah,” kata Ali dalam siaran pers, Minggu (8/2).

 

Pengamat Kebijakan Energi Sofyano Zakaria menyambut gembira kreatifitas dan terobosan yang cerdas dari direksi Pertamina khususnya direktur Pemasaran yang mampu membuat Pertamina bisa lakukan penghematan cukup besar. “Ini terobosan yang luar biasa dan ini harus bisa dikembangkan Pertamina pada sektor sektor lain,”kata Sofyano.

Sofyano memberi contoh, penjualan Pelumas untuk kendaraan bermotor didalam negeri bisa menjadi ladang bisnis besar bagi pertamina. Paling tidak tersedia potensi pasar sebesar 500.000 kilo liter pelumas per tahun. Ini peluang pasar pelumas kendaraan bermotor saja. Jika pertamina menguasai 50% saja, ini bisa mendongkrak laba pertamina. Kuncinya Pertamina harus kreatif , berfikir cerdas dan kerjakeras untuk cari peluang baru disektor hilir.

Sebagaimana diketahui, Pertamina akan  mengoptimalkan penggunaan kapal milik untuk pengangkutan kargo impor dengan target pernghemaatan biaya pengapalan BBM, LPG dan Minyak Mentah di atas US$ 100 juta. Diharapkan dengan semakin banyaknya kapal milik yang digunakan untuk mengangkut kargo impor akan sejalan dengan strategi menuju World Class Shipping. Artinya, kapal-kapal milik Pertamina mendapatkan standard dan klasifikasi Internasional sehingga dapat berlayar ke pelabuhan mana saja di dunia, seperti Pertamina Gas 1, Pertamina Gas 2, MT Gunung Geulis, MT Gamsunoro, dan MT Gamkonora.

 

PT Pertamina (Persero) saat ini mengoperasikan 64 kapal milik dari total sekitar 200-an kapal untuk mengangkut Minyak Mentah, BBM, dan LPG. Manajemen Pertamina telah menargetkan untuk sedikitnya menguasai sekitar 90 unit kapal milik untuk mendukung efisiensi biaya pengangkutan Minyak Mentah, BBM, dan LPG sehingga lebih kompetitif.

 

Selain optimalisasi penggunaan kapal milik, beberapa agenda telah disiapkan dalam kerangka Shipping Excellence, yaitu optimalisasi penggunaan jumlah kapal yang dioperasikan, rekomposisi type dan kontrak kapal sewa, pengurangan konsumsi bunker pada kapal sewa, dan konversi kapal-kapal tua type merdium range dan long range sebagai Floating Storage and Offloading (FSO). Pertamina juga akan memastikan penggunaan kapal sewa yang kompetitif untuk pengangkutan Minyak Mentah, BBM, dan LPG.

 

Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang  sebelumnya melepas Very Large Gas Carrier Pertamina Gas 2 untuk melakukan pengangkutan impor perdana LPG dari Ruwais, Uni Emirat Arab dengan pola pembelian FOB yang berpotensi dapat menghemat biaya pengadaan LPG sebesar Rp 277 miliar atau US$23 juta per tahun.

 

Menurut Ahmad, Pertamina perlu terus melakukan inisiatif-inisiatif yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Salah satu inisiatif yang dilakukan dengan mengubah pola pasokan impor dari CFR (Cost and Freight) ke FOB (Free on Board) dengan mengoptimalkan pemanfaatan kapal milik.

 

“Perubahan pola pembelian LPG dari Timur Tengah dari CFR ke FOB dan mengoptimalkan penggunaan kapal milik merupakan salah satu inisiatif Pertamina untuk dapat menekan biaya pengadaan LPG. Total potensi penghematan pengadaan LPG dengan perubahan pola ini mencapai Rp 277 miliar atau US$ 23 juta per tahun,” terang Ahmad saat melepas VLGC Pertamina Gas 2 menuju Ruwais, GasCo Terminal, Uni Emirat Arab di Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (7/2).

 

Ahmad Bambang juga menerangkan Ocean going VLGC Pertamina Gas 2 yang merupakan kapal VLGC terbesar di dunia itu merupakan wujud nyata dari upaya Pertamina menuju World Class Company setelah sebelumnya Pertamina juga telah melepas kapal milik MT Gunung Geulis untuk melakukan lifting minyak mentah di Aljazair.

 

VLGC Pertamina Gas 2 dijadwalkan tiba di Ruwais pada 24-25 Februari  2015 dan akan mengangkut sebanyak ±22.000 MT Propane dan ±22.000 MT Butane. VLGC Pertamina Gas 2 diperkirakan akan tiba di Teluk Semangka pada 7-9 Maret 2015.

 

VLGC Pertamina Gas 2 yang diserahterimakan kepada Pertamina pada media Mei 2014 itu digunakan untuk mendukung pasokan dan distribusi LPG di Indonesia yang tahun ini permintaannya diperkirakan mencapai sekitar 6,7 juta ton. Target distribusi energi nasional khususnya LPG yang diemban Pertamina tidak hanya membutuhkan armada kapal yang efisien, efektif, dan memiliki tingkat keselamatan yang tinggi saja, tetapi juga membutuhkan kapal yang environmentally sound, yang mampu menunjukkan positioning Pertamina sebagai salah satu pelaku bisnis transportasi laut yang berkualitas.

 

Melalui desain green ship, kelengkapan peralatan yang berdampak positif terhadap lingkungan seperti Ballast water equipment, Oil Discharge Monitoring, Fuel Oil requirement IMO Tier II dan sertifikasi kapal pelengkapnya mampu membuat kapal ini memiliki daya saing dan daya jual yang tinggi untuk kapal sekelas VLGC di pasaran Internasional. Keputusan manajemen Pertamina dalam pengembangan usaha penguatan armada milik diyakini akan dapat meningkatkan efisiensi biaya transportasi migas.

 

“Selain sebagai LPG Carrier, VLGC Pertamina Gas 2 juga berfungsi sebagai floating storage dan sekaligus “mothership” untuk kapal-kapal pengangkut yang lebih kecil.  Kapal ini juga dapat digunakan sebagai kapal untuk International trading. Hal ini tentu saja memberikan peningkatan efisiensi biaya transportasi, dan mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan, efisiensi biaya transportasi menjadi faktor yang sangat penting di bisnis hilir migas,” ungkap Ahmad Bambang.