Beranda Tambang Today Panggil Pertamina, DPR Cecar Kejanggalan Peristiwa Balikpapan

Panggil Pertamina, DPR Cecar Kejanggalan Peristiwa Balikpapan

Jakarta, TAMBANG – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron, mencecar direksi Pertamina lantaran terdapat kejanggalan dalam peristiwa minyak tumpah yang terjadi di Teluk Balikpapan.

 

Cecaran pertanyaan itu dilayangkan politisi Partai Demokrat ini, saat memanggil Pertamina dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, di Senayan, Selasa (10/4).

 

“Soal sistem prosedur. Emergency Response Procedure seperti apa? Emergency Response Plan seperti apa? Karena (patah pipa) terjadi jam 3 dan kebakaran jam 10, dan memakan korban. Ada (selisih waktu) 7 jam yang sesungguhnya ini cukup untuk memproteksi area,” tanya Herman.

 

Herman mempertanyakan standar gawat darurat sementara di internal Pertamina. Berdasarkan kronologis, peristiwa berawal sekitar pukul 03.00 WITA, ditemukan tumpahan minyak. Lalu petugas berpatroli mencari penyebabnya, hingga pada pukul 10.00 WITA, melintas kapal Ever Judger yang mengangkut batu bara dan memicu terbakarnya tumpahan minyak, hingga akhirnya melahap korban jiwa dan kapal itu sendiri.

 

“Ada unsur kelalaian yang harus dibuktikan dengan investigasi internal, selain investigasi eksternal yang dilakukan oleh Polda Kaltim untuk menetapkan siapa sesungguhnya yang bersalah,” ungkap Herman.

 

Selain itu, Herman juga menyoroti soal usia pipa Pertamina yang patah. Pihaknya mempertanyakan apakah pipa yang sudah berusia 20 tahun itu masih layak digunakan?

 

“Pipa itu kan sudah 20 tahun, kami ingin tahu auditnya seperti apa,” papar Herman.

 

Hal ini dijawab oleh Direktur Pengelolaan Pertamina, Toharso, mengatakan, Pertamina melakukan sertifikasi pipa tiap tiga tahun sekali. Kebetulan pipa yang patah itu terakhir disurvey pada tahun 2016, dan dinyatakan layak pakai hingga 2019.

 

Toharso mengakui, pipa berusia 20 tahun itu tak secanggih pipa yang baru. Pasalnya, teknologi pipa baru bisa mendeteksi gangguan secara otomatis. Sehingga apabila terjadi patah atau kebocoran, tumpahan minyak bisa diminimalisir, tidak seperti peristiwa Balikpapan ini yang menumpahkan minyak hingga 41 ribu barel.

 

“Teknologi yang baru, begitu ada plesser langsung berhenti (aliran minyaknya). Kontrol sistem langsung bisa shutdown. (Sedangkan yang patah) ini masih manual karena dibangun 20 tahun lalu,” ungkap Toharso.

 

Teknologi manual ini juga yang membuat petugas lambat menentukan area kebocoran. Pihak kepolisian harus berjibaku menyusuri pipa satu per satu di kedalaman laut yang mencapai 3,5 kilometer, dengan jarak visual hanya 50 sentimeter.

 

Kritik lain datang juga dari anggota Komisi VII, Rofi’ Munawar menuturkan, tak selayaknya Pertamina melibatkan masyarakat awam untuk membersihkan sisa-sisa tumpahan minyak. Pasalnya, tanpa dibekali Standart Operation Procedur (SOP) yang mumpuni, melibatkan masyarakat awam hanya akan semakin menimbulkan potensi jatuhnya korban susulan.

 

“Padahal sangat mungkin jika tidak hati-hati, bisa berdampak buruk,” tukasnya.

 

Sebelumnya, tambang.co.id memberitakan, Pertamina mengajak masyarakat sekitar untuk membersihkan sisa kotoran minyak. Mereka dikoordinir oleh Lurah dan Ketua RT. Gerakan tersebut bukan dilakukan secara sukarela, tapi mereka yang membersihkan diberi upah atau gaji oleh Pertamina.