Jakarta,TAMBANG,- PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyebutkan ada peningkatan penerbitan obligasi korporasi di sepanjang 2025 (year-to-date). Ini terlihat dari data periode Januari–November 2025 yang menyebutkan penerbitan obligasi dan sukuk sudah menembus angka Rp198,81 triliun.
Dalam penjelasannya, Presiden Direktur Pefindo Irmawati mengatakan realisasi penerbitan surat utang korporasi sepanjang 2025 telah mencerminkan pertumbuhan 56,88% year-on-year (YoY). Angka ini jauh lebih tinggi dibanding periode yang sama di 2024 yang mencapai Rp126,73 triliun.
Irmawati bahkan menyebutkan bahwa realisasi penerbitan surat utang korporasi ini belum termasuk obligasi Patriot Bond dari Danantara dengan nilai emisi mencapai Rp50 triliun. Sampai akhir tahun Pefindo memperkirakan total penerbitan surat utang korporasi bisa lebih dari Rp200 triliun.
Dijelaskan pula dalam rentang waktu ini, penerbitan surat utang korporasi tertinggi tercatat pada Juli 2025. Ketika itu nilai emisi mencapai Rp43,02 triliun. Nilai emisi terkecil ada pada Mei 2025 yang hanya mencapai Rp4,34 triliun.
Menurut Irmawati dari seluruh penerbitan surat utang sepanjang 2025, sektor lembaga pembiayaan mendominasi dengan 37,7% penerbitan surat utang. Kemudian sektor perbankan sebesar 17,0%, pulp dan kertas 16,2%, pertambangan 12,2%, telekomunikasi 4,8%, perusahaan induk 3,8%, dan lainnya mencapai 7,6%.
Sampai saat ini total 102 emiten yang telah menerbitkan surat utang dengan 184 emiten masih mencatatkan obligasi yang beredar di pasar.
Pefindo juga mencatat rasio penerbitan surat utang terhadap jatuh tempo sepanjang 2025 mencapai 137%. Angka ini lebih tinggi ketimbang posisi 96% pada periode yang sama 2024. “Ini menunjukkan aktivitas yang sangat baik bagi penerbitan surat utang di Indonesia, khususnya di pasar corporate bonds Indonesia,” ungkapnya dalam konferensi pers pada Selasa (16/12/2025).
Untuk tahun depan, Pefindo mengaku optimis terkait pasar obligasi. Penerbitan baru surat utang korporasi pada tahun 2026 diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp 154,00 triliun hingga Rp 196,86 triliun.
“Kebutuhan refinancing masih tinggi. Surat utang jatuh tempo masih besar dan memanfaatkan peluang suku bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2025,”terang Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto.
Disebutkan pula bahwa titik tengah dari estimasi tersebut berada pada angka Rp 175,77 triliun. Ada sejumlah faktor pendorong yang kuat, mulai dari kebutuhan pembiayaan kembali hingga kondisi ekonomi makro yang membaik.
Suhindato menjelaskan bahwa nilai surat utang jatuh tempo pada 2026 masih sangat besar. Berdasarkan estimasi per September, nilainya mencapai Rp 156,35 triliun. Selain itu faktor refinancing, pertumbuhan ekonomi juga menjadi katalis utama. Kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif diharapkan mampu memacu aktivitas bisnis. Hal ini otomatis meningkatkan kebutuhan pendanaan perusahaan untuk modal kerja dan investasi.
Ia juga menyebutkan bahwa permintaan dari sisi investor pun diprediksi menguat. Investor institusi seperti manajer investasi mulai memburu imbal hasil tinggi di pasar surat utang korporasi. Instrumen ini dinilai lebih menarik dibandingkan pasar surat utang pemerintah.
Namun Pefindo mengingatkan adanya risiko. Risiko geopolitik dan kebijakan ekonomi eksternal masih menjadi bayang-bayang. Biaya penerbitan berpotensi fluktuatif akibat sentimen global.
Risiko lain terkait depresiasi nilai tukar rupiah juga perlu diwaspadai karena dapat memicu inflasi. Tantangan lain datang dari pasar saham. Membaiknya kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa membuat perusahaan beralih haluan.
“Subtitusi pasar saham. Perusahaan melirik pasar ekuitas untuk menggalang dana seiring dengan prospek kinerja IHSG yang lebih baik, mengurangi minat menerbitkan surat utang, terutama oleh perusahaan tercatat,” tutup Suhindarto.






